Sabtu, 13 Februari 2010

Sejarah pendidikan Islam

Sejarah Pendidikan Islam
Oleh : Nurkholis Gravelious

A. PENDAHULUAN

Lahirnya agama Islam yang dibawa oleh Rasulullah SAW, pada abad ke-7 M, menimbulkan suatu tenaga penggerak yang luar biasa, yang pernah dialami oleh umat manusia. Islam merupakan gerakan raksasa yang telah berjalan sepanjang zaman dalam pertumbuhan dan perkembangannya.
Masuk dan berkembangnya Islam ke Indonesia dipandang dari segi historis dan sosiologis sangat kompleks dan terdapat banyak masalah, terutama tentang sejarah perkembangan awal Islam. Ada perbedaan antara pendapat lama dan pendapat baru. Pendapat lama sepakat bahwa Islam masuk ke Indonesia abad ke-13 M dan pendapat baru menyatakan bahwa Islam masuk pertama kali ke Indonesia pada abad ke-7 M. (A.Mustofa,Abdullah,1999: 23). Namun yang pasti, hampir semua ahli sejarah menyatakan bahwa daerah Indonesia yang mula-mula dimasuki Islam adalah daerah Aceh.(Taufik Abdullah:1983)
Datangnya Islam ke Indonesia dilakukan secara damai, dapat dilihat melalui jalur perdagangan, dakwah, perkawinan, ajaran tasawuf dan tarekat, serta jalur kesenian dan pendidikan, yang semuanya mendukung proses cepatnya Islam masuk dan berkembang di Indonesia.
Kegiatan pendidikan Islam di Aceh lahir, tumbuh dan berkembang bersamaan dengan berkembangnya Islam di Aceh. Konversi massal masyarakat kepada Islam pada masa perdagangan disebabkan oleh Islam merupakan agama yang siap pakai, asosiasi Islam dengan kejayaan, kejayaan militer Islam, mengajarkan tulisan dan hapalan, kepandaian dalam penyembuhan dan pengajaran tentang moral.(Musrifah,2005: 20).
Konversi massal masyarakat kepada Islam pada masa kerajaan Islam di Aceh tidak lepas dari pengaruh penguasa kerajaan serta peran ulama dan pujangga. Aceh menjadi pusat pengkajian Islam sejak zaman Sultan Malik Az-Zahir berkuasa, dengan adanya sistem pendidikan informal berupa halaqoh. Yang pada kelanjutannya menjadi sistem pendidikan formal. Dalam konteks inilah, pemakalah akan membahas tentang pusat pengkajian Islam pada masa Kerajaan Islam dengan membatasi wilayah bahasan di daerah Aceh, dengan batasan masalah, pengertian pendidikan Islam, masuk dan berkembangnya Islam di Aceh, dan pusat pengkajian Islam pada masa tiga kerajaan besar Islam di Aceh.

Pendidikan Islam Secara etimologis pendidikan diterjemahkan ke dalam bahasa Arab “Tarbiyah” dengan kata kerjanya “Robba” yang berarti mengasuh, mendidik, memelihara.(Zakiyah Drajat, 1996: 25)
Menurut pendapat ahli, Ki Hajar Dewantara pendidikan adalah tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, maksudnya pendidikan adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. (Hasbullah,2001: 4)
Pendidikan adalah segala usaha orang dewasa dalam pergaulan dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan. (Ngalim Purwanto, 1995:11). HM. Arifin menyatakan, pendidikan secara teoritis mengandung pengertian “memberi makan” kepada jiwa anak didik sehingga mendapatkan kepuasan rohaniah, juga sering diartikan dengan menumbuhkan kemampuan dasar manusia.(HM.Arifin, 2003: 22)
Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Bab 1 pasal 1 ayat 1, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. (UU Sisdiknas No. 20, 2003)
Pendidikan memang sangat berguna bagi setiap individu. Jadi, pendidikan merupakan suatu proses belajar mengajar yang membiasakan warga masyarakat sedini mungkin menggali, memahami, dan mengamalkan semua nilai yang disepa kati sebagai nilai terpuji dan dikehendaki, serta berguna bagi kehidupan dan perkembangan pribadi, masyarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan Islam menurut Zakiah Drajat merupakan pendidikan yang lebih banyak ditujukan kepada perbaikan sikap mental yang akan terwujud dalam amal perbuatan, baik bagi keperluan diri sendiri maupun orang lain yang bersifat teoritis dan praktis. (Zakiah Drajat,1996: 25)
Dengan demikian, pendidikan Islam berarti proses bimbingan dari pendidik terhadap perkembangan jasmani, rohani, dan akal peserta didik ke arah terbentuknya pribadi muslim yang baik (Insan Kamil).

Pusat Keunggulan Pengkajian Islam Pada Masa Kerajaan Islam di Aceh
a. Masuk dan Berkembangnya Islam di Aceh
Hampir semua ahli sejarah menyatakan bahwa dearah Indonesia yang mula-mula di masuki Islam ialah daerah Aceh.(Taufik Abdullah, 1983: 4). Berdasarkan kesimpulan seminar tentang masuknya Islam ke Indonesia yang berlangsung di Medan pada tanggal 17 – 20 Maret 1963, yaitu:
- Islam untuk pertama kalinya telah masuk ke Indonesia pada abad ke-7 M, dan langsung dari Arab.
- Daerah yang pertama kali didatangi oleh Islam adalah pesisir Sumatera, adapun kerajaan Islam yang pertama adalah di Pasai.
- Dalam proses pengislaman selanjutnya, orang-orang Islam Indonesia ikut aktif mengambil peranan dan proses penyiaran Islam dilakukan secara damai.
- Keterangan Islam di Indonesia, ikut mencerdaskan rakyat dan membawa peradaban yang tinggi dalam membentuk kepribadian bangsa Indonesia.(Taufik Abdullah, 1983: 5)
Masuknya Islam ke Indonesia ada yang mengatakan dari India, dari Persia, atau dari Arab. (Musrifah, 2005: 10-11). Dan jalur yang digunakan adalah:
a. Perdagangan, yang mempergunakan sarana pelayaran
b. Dakwah, yang dilakukan oleh mubaligh yang berdatangan bersama para pedagang, para mubaligh itu bisa dikatakan sebagai sufi pengembara.
c. Perkawinan, yaitu perkawinan antara pedagang muslim, mubaligh dengan anak bangsawan Indonesia, yang menyebabkan terbentuknya inti sosial yaitu keluarga muslim dan masyarakat muslim.
d. Pendidikan. Pusat-pusat perekonomian itu berkembang menjadi pusat pendidikan dan penyebaran Islam.
e. Kesenian. Jalur yang banyak sekali dipakai untuk penyebaran Islam terutama di Jawa adalah seni.
Bentuk agama Islam itu sendiri mempercepat penyebaran Islam, apalagi sebelum masuk ke Indonesia telah tersebar terlebih dahulu ke daerah-daerah Persia dan India, dimana kedua daerah ini banyak memberi pengaruh kepada perkembangan kebudayaan Indonesia. Dalam perkembangan agama Islam di daerah Aceh, peranan mubaligh sangat besar, karena mubaligh tersebut tidak hanya berasal dari Arab, tetapi juga Persia, India, juga dari Negeri sendiri.
Ada dua faktor penting yang menyebabkan masyarakat Islam mudah berkembang di Aceh, yaitu:
1. Letaknya sangat strategis dalam hubungannya dengan jalur Timur Tengah dan Tiongkok.
2. Pengaruh Hindu – Budha dari Kerajaan Sriwijaya di Palembang tidak begitu berakar kuat dikalangan rakyat Aceh, karena jarak antara Palembang dan Aceh cukup jauh.(A.Mustofa, Abdullah, 1999: 53)
Sedangkan Hasbullah mengutip pendapat Prof. Mahmud Yunus, memperinci faktor-faktor yang menyebabkan Islam dapat cepat tersebar di seluruh Indonesia (Hasbullah, 2001: 19-20), antara lain:
a. Agama Islam tidak sempit dan berat melakukan aturan-aturannya, bahkan mudah ditiru oleh segala golongan umat manusia, bahkan untuk masuk agama Islam saja cukup dengan mengucap dua kalimah syahadat saja.
b. Sedikit tugas dan kewajiban Islam
c. Penyiaran Islam itu dilakukan dengan cara berangsur-angsur sedikit demi sedikit.
d. Penyiaran Islam dilakukan dengan cara bijaksana.
e. Penyiaran Islam dilakukan dengan perkataan yang mudah dipahami umum, dapat dimengerti oleh golongan bawah dan golongan atas.
Konversi massal masyarakat Nusantara kepada Islam pada masa perdagangan terjadi karena beberapa sebab (Musrifah, 2005: 20-21), yaitu:
1. Portilitas (siap pakai) sistem keimanan Islam.
2. Asosiasi Islam dengan kekayaan. Ketika penduduk pribumi Nusantara bertemu dan berinteraksi dengan orang muslim pendatang di pelabuhan, mereka adalah pedagang yang kaya raya. Karena kekayaan dan kekuatan ekonomi, mereka bisa memainkan peranan penting dalam bidang politik dan diplomatik.
3. Kejayaan militer. Orang muslim dipandang perkasa dan tangguh dalam peperangan.
4. Memperkenalkan tulisan. Agama Islam memperkenalkan tulisan ke berbagai wilayah Asia Tenggara yang sebagian besar belum mengenal tulisan.
5. Mengajarkan penghapalan Al-Qur’an. Hapalan menjadi sangat penting bagi penganut baru, khususnya untuk kepentingan ibadah, seperti sholat.
6. Kepandaian dalam penyembuhan. Tradisi tentang konversi kepada Islam berhubungan dengan kepercayaan bahwa tokoh-tokoh Islam pandai menyembuhkan. Sebagai contoh, Raja Patani menjadi muslim setelah disembuhkan dari penyakitnya oleh seorang Syaikh dari Pasai.
7. Pengajaran tentang moral. Islam menawarkan keselamatan dari berbagai kekuatan jahat dan kebahagiaan di akhirat kelak.
Melalui faktor-faktor dan sebab-sebab tersebut, Islam cepat tersebar di seluruh Nusantara sehingga pada gilirannya nanti, menjadi agama utama dan mayoritas negeri ini.

b. Pusat Keunggulan Pengkajian Islam Pada Tiga Kerajaan Islam di Aceh.
1. Zaman Kerajaan Samudra Pasai
Kerajaan Islam pertama di Indonesia adalah kerajaan Samudra Pasai, yang didirikan pada abad ke-10 M dengan raja pertamanya Malik Ibrahim bin Mahdum. Yang kedua bernama Al-Malik Al-Shaleh dan yang terakhir bernama Al-Malik Sabar Syah (tahun 1444 M/ abad ke-15 H). (Mustofa Abdullah, 1999: 54)
Pada tahun 1345, Ibnu Batutah dari Maroko sempat singgah di Kerajaan Pasai pada zaman pemerintahan Malik Az-Zahir, raja yang terkenal alim dalam ilmu agama dan bermazhab Syafi’i, mengadakan pengajian sampai waktu sholat Ashar dan fasih berbahasa Arab serta mempraktekkan pola hidup yang sederhana. (Zuhairini,et.al, 2000: 135)
Keterangan Ibnu Batutah tersebut dapat ditarik kesimpulan pendidikan yang berlaku di zaman kerajaan Pasai sebagai berikut:
a. Materi pendidikan dan pengajaran agama bidang syari’at adalah Fiqh mazhab Syafi’i
b. Sistem pendidikannya secara informal berupa majlis ta’lim dan halaqoh
c. Tokoh pemerintahan merangkap tokoh agama
d. Biaya pendidikan bersumber dari negara.(Zuhairini, et.al., 2000: 136)
Pada zaman kerajaan Samudra Pasai mencapai kejayaannya pada abad ke-14 M, maka pendidikan juga tentu mendapat tempat tersendiri. Mengutip keterangan Tome Pires, yang menyatakan bahwa “di Samudra Pasai banyak terdapat kota, dimana antar warga kota tersebut terdapat orang-orang berpendidikan”.(M.Ibrahim, et.al, 1991: 61)
Menurut Ibnu Batutah juga, Pasai pada abad ke-14 M, sudah merupakan pusat studi Islam di Asia Tenggara, dan banyak berkumpul ulama-ulama dari negara-negara Islam. Ibnu Batutah menyatakan bahwa Sultan Malikul Zahir adalah orang yang cinta kepada para ulama dan ilmu pengetahuan. Bila hari jum’at tiba, Sultan sembahyang di Masjid menggunakan pakaian ulama, setelah sembahyang mengadakan diskusi dengan para alim pengetahuan agama, antara lain: Amir Abdullah dari Delhi, dan Tajudin dari Ispahan. Bentuk pendidikan dengan cara diskusi disebut Majlis Ta’lim atau halaqoh. Sistem halaqoh yaitu para murid mengambil posisi melingkari guru. Guru duduk di tengah-tengah lingkaran murid dengan posisi seluruh wajah murid menghadap guru.

2. Kerajaan Perlak
Kerajaan Islam kedua di Indonesia adalah Perlak di Aceh. Rajanya yang pertama Sultan Alaudin (tahun 1161-1186 H/abad 12 M). Antara Pasai dan Perlak terjalin kerja sama yang baik sehingga seorang Raja Pasai menikah dengan Putri Raja Perlak. Perlak merupakan daerah yang terletak sangat strategis di Pantai Selat Malaka, dan bebas dari pengaruh Hindu.(Hasbullah, 2001: 29)
Kerajaan Islam Perlak juga memiliki pusat pendidikan Islam Dayah Cot Kala. Dayah disamakan dengan Perguruan Tinggi, materi yang diajarkan yaitu bahasa Arab, tauhid, tasawuf, akhlak, ilmu bumi, ilmu bahasa dan sastra Arab, sejarah dan tata negara, mantiq, ilmu falaq dan filsafat. Daerahnya kira-kira dekat Aceh Timur sekarang. Pendirinya adalah ulama Pangeran Teungku Chik M.Amin, pada akhir abad ke-3 H, abad 10 M. Inilah pusat pendidikan pertama.
Rajanya yang ke enam bernama Sultan Mahdum Alaudin Muhammad Amin yang memerintah antara tahun 1243-1267 M, terkenal sebagai seorang Sultan yang arif bijaksana lagi alim. Beliau adalah seorang ulama yang mendirikan Perguruan Tinggi Islam yaitu suatu Majlis Taklim tinggi dihadiri khusus oleh para murid yang sudah alim. Lembaga tersebut juga mengajarkan dan membacakan kitab-kitab agama yang berbobot pengetahuan tinggi, misalnya kitab Al-Umm karangan Imam Syafi’i.(A.Mustofa, Abdullah, 1999: 54)
Dengan demikian pada kerajaan Perlak ini proses pendidikan Islam telah berjalan cukup baik.

3. Kerajaan Aceh Darussalam
Proklamasi kerajaan Aceh Darussalam adalah hasil peleburan kerajaan Islam Aceh di belahan Barat dan Kerajaan Islam Samudra Pasai di belahan Timur. Putra Sultan Abidin Syamsu Syah diangkat menjadi Raja dengan Sultan Alaudin Ali Mughayat Syah (1507-1522 M).
Bentuk teritorial yang terkecil dari susunan pemerintahan Kerajaan Aceh adalah Gampong (Kampung), yang dikepalai oleh seorang Keucik dan Waki (wakil). Gampong-gampong yang letaknya berdekatan dan yang penduduknya melakukan ibadah bersama pada hari jum’at di sebuah masjid merupakan suatu kekuasaan wilayah yang disebut mukim, yang memegang peranan pimpinan mukim disebut Imeum mukim.(M. Ibrahim, et.al., 1991: 75)
Jenjang pendidikan yang ada di Kerajaan Aceh Darussalam diawali pendidikan terendah Meunasah (Madrasah). Yang berarti tempat belajar atau sekolah, terdapat di setiap gampong dan mempunyai multi fungsi antara lain:
- Sebagai tempat belajar Al-Qur’an
- Sebagai Sekolah Dasar, dengan materi yang diajarkan yaitu menulis dan membaca huruf Arab, Ilmu agama, bahasa Melayu, akhlak dan sejarah Islam.
Fungsi lainnya adalah sebagai berikut:
- Sebagai tempat ibadah sholat 5 waktu untuk kampung itu.
- Sebagai tempat sholat tarawih dan tempat membaca Al-Qur’an di bulan puasa.
- Tempat kenduri Maulud pada bulan Mauludan.
- Tempat menyerahkan zakat fitrah pada hari menjelang Idhul Fitri atau bulan puasa
- Tempat mengadakan perdamaian bila terjadi sengketa antara anggota kampung.
- Tempat bermusyawarah dalam segala urusan
- Letak meunasah harus berbeda dengan letak rumah, supaya orang segera dapat mengetahui mana yang rumah atau meunasah dan mengetahui arah kiblat sholat. (M. Ibrahim, 1991: 76)
Selanjutnya sistem pendidikan di Dayah (Pesantren) seperti di Meunasah tetapi materi yang diajarkan adalah kitab Nahu, yang diartikan kitab yang dalam Bahasa Arab, meskipun arti Nahu sendiri adalah tata bahasa (Arab). Dayah biasanya dekat masjid, meskipun ada juga di dekat Teungku yang memiliki dayah itu sendiri, terutama dayah yang tingkat pelajarannya sudah tinggi. Oleh karena itu orang yang ingin belajar nahu itu tidak dapat belajar sambilan, untuk itu mereka harus memilih dayah yang agak jauh sedikit dari kampungnya dan tinggal di dayah tersebut yang disebut Meudagang. Di dayah telah disediakan pondok-pondok kecil mamuat dua orang tiap rumah. Dalam buku karangan Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, istilah Rangkang merupakan madrasah seringkat Tsanawiyah, materi yang diajarkan yaitu bahasa Arab, ilmu bumi, sejarah, berhitung, dan akhlak. Rangkang juga diselenggarakan disetiap mukim. (Hasbullah, 2001: 32)
Bidang pendidikan di kerajaan Aceh Darussalam benar-benar menjadi perhatian. Pada saat itu terdapat lembaga-lembaga negara yang bertugas dalam bidang pendidikan dan ilmu pengetahuan yaitu:
1. Balai Seutia Hukama, merupakan lembaga ilmu pengetahuan, tempat berkumpulnya para ulama, ahli pikir dan cendikiawan untuk membahas dan mengembangkan ilmu pengetahuan.
2. Balai Seutia Ulama, merupakan jawatan pendidikan yang bertugas mengurus masalah-masalah pendidikan dan pengajaran.
3. Balai Jama’ah Himpunan Ulama, merupakan kelompok studi tempat para ulama dan sarjana berkumpul untuk bertukar fikiran membahas persoalan pendidikan dan ilmu pendidikannya.
Aceh pada saat itu merupakan sumber ilmu pengetahuan dengan sarjana-sarjanaya yang terkenal di dalam dan luar negeri. Sehingga banyak orang luar datang ke Aceh untuk menuntut ilmu, bahkan ibukota Aceh Darussalam berkembang menjadi kota Internasional dan menjadi pusat pengembangan ilmu pengetahuan.
Kerajaan Aceh telah menjalin suatu hubungan persahabatan dengan kerajaan Islam terkemuka di Timur Tengah yaitu kerajaan Turki. Pada masa itu banyak pula ulama dan pujangga-pujangga dari berbagai negeri Islam yang datang ke Aceh. Para ulama dan pujangga ini mengajarkan ilmu agama Islam (Theologi Islam) dan berbagai ilmu pengetahuan serta menulis bermacam-macam kitab berisi ajaran agama. Karenanya pengajaran agama Islam di Aceh menjadi penting dan Aceh menjadi kerajaan Islam yang kuat di nusantara. Diantara para ulama dan pijangga yang pernah datang ke kerajaan Aceh antara lain Muhammad Azhari yang mengajar ilmu Metafisika, Syekh Abdul Khair Ibn Syekh Hajar ahli dalam bidang pogmatic dan mistik, Muhammad Yamani ahli dalam bidang ilmu usul fiqh dan Syekh Muhammad Jailani Ibn Hasan yang mengajar logika. (M.Ibrahim,et.al., 1991: 88)
Tokoh pendidikan agama Islam lainnya yang berada di kerajaan Aceh adalah Hamzah Fansuri. Ia merupakan seorang pujangga dan guru agama yang terkenal dengan ajaran tasawuf yang beraliran wujudiyah. Diantara karya-karya Hamzah Fansuri adalah Asrar Al-Aufin, Syarab Al-Asyikin, dan Zuiat Al-Nuwahidin. Sebagai seorang pujangga ia menghasilkan karya-karya, Syair si burung pungguk, syair perahu.
Ulama penting lainnnya adalah Syamsuddin As-Samathrani atau lebih dikenal dengan Syamsuddin Pasai. Ia adalah murid dari Hamzah Fansuri yang mengembangkan paham wujudiyah di Aceh. Kitab yang ditulis, Mir’atul al-Qulub, Miratul Mukmin dan lainnya.
Ulama dan pujangga lain yang pernah datang ke kerajaan Aceh ialah Syekh Nuruddin Ar-Raniri. Ia menentang paham wujudiyah dan menulis banyak kitab mengenai agama Islam dalam bahasa Arab maupun Melayu klasik. Kitab yang terbesar dan tertinggi mutu dalam kesustraan Melayu klasik dan berisi tentang sejarah kerajaan Aceh adalah kitab Bustanul Salatin.
Pada masa kejayaan kerajaan Aceh, masa Sultan Iskandar Muda (1607-1636) oleh Sultannya banyak didirikan masjid sebagai tempat beribadah umat Islam, salah satu masjid yang terkenal Masjid Baitul Rahman, yang juga dijadikan sebagai Perguruan Tinggi dan mempunyai 17 daars (fakultas).
Dengan melihat banyak para ulama dan pujangga yang datang ke Aceh, serta adanya Perguruan Tinggi, maka dapat dipastikan bahwa kerajaan Aceh menjadi pusat
studi Islam. Karena faktor agama Islam merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat Aceh pada periode berikutnya. Menurut B.J. Boland, bahwa seorang Aceh adalah seorang Islam.(M.Ibrahim,et.al., 1991: 89).

C. KESIMPULAN
Pendidikan merupakan suatu proses belajar engajar yang membiasakan kepada warga masyarakat sedini mungkin untuk menggali, memahami dan mengamalkan semua nilai yang disepakati sebagai nilai yang terpujikan dan dikehendaki, serta berguna bagi kehidupan dan perkembangan ciri pribadi, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan Islam sendiri adalah proses bimbingan terhadap peserta didik ke arah terbentuknya pribadi muslim yang baik (insan kamil)
Keberhasilan dan kemajuan pendidikan di masa kerajaan Islam di Aceh, tidak terlepas dari pengaruh Sultan yang berkuasa dan peran para ulama serta pujangga, baik dari luar maupun setempat, seperti peran Tokoh pendidikan Hazah Fansuri, Syamsudin As-Sumatrani, dan Syaeh Nuruddin A-Raniri, yang menghasilkan karya-karya besar sehingga menjadikan Aceh sebagai pusat pengkajian Islam.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Taufik. Ed. Agama dan Perubahan Sosial, Jakarta : CV. Rajawali, 1983
Arifin, HM., Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2003
Drajat, Zakiah, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 1996
Gunawan, Ary H, Sosiologi Pendidikan, Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2000
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2001, cet. 4
Ibrahim, M, et.al., Sejarah Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh, Jakarta : CV. Tumaritis, 1991, cet 2
Mustofa.A, aly, Abdullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Untuk Fakultas Tarbiyah, Bandung : CV. Pustaka Setia, 1999
Purwanto, M. Ngalim, Ilmu Pendidikan Teoritis, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,1992

Redaksi Penerbit Asa Mandiri, Standar Nasional Pendidikan (NSP), Jakarta: Asa Mandiri, 2006

Sunanto, Musrifah, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2005
Tafsir, Ahmad, Sumbangan Islam Kepada Ilmu dan Kebudayaan, Bandung : Pustaka, 1986
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Dirasah Islamiyah II, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1993
Zauharini, et.al., Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2000, set 6


pengertian,subyek sejarah pendidikan islam

1.Pengertian Sejarah

Kata sejarah secara etimologi dapat diungkapkan dalam bahasa Arab yaitu Tarikh, sirah atau ilmu tarikh, yang maknanya ketentuan masa atau waktu, sedang ilmu tarikh berarti ilmu yang mengandung atau yang membahas penyebutan peristiwa dan sebab-sebab terjadinya peristiwa tersebut. Dalam bahasa inggris sejarah dapat disebut dengan history yang berarti uraian secara tertib tentang kejadian-kejadian masa lampau (orderly descriphon of past even)

Adapun secara terminologi berarti sejumlah keadaan dan peristiwa yang terjadi di masa lampau dan benar-benar terjadi pada diri individu dan masyarakat sebagaimana benar-benar terjadi pada kenyataan-kenyataan alam dan manusia1. Sedangkan pengertian yang lain sejarah juga mencakup perjalanan hidup manusia dalam mengisi perkembangan dunia dari masa ke masa karena sejarah mempunyai arti dan bernilai sehingga manusia dapat membuat sejarah sendiri dan sejarah pun membentuk manusia2.

2. Pengertian Pendidikan Islam

Pendidikan Islam yaitu suatu proses bimbingan dari pendidik terhadap perkembangan jasmani, rohani, dan akal peserta didik ke arah terbentuknya pribadi muslim yang baik3. Karena ia merupakan sebagai alat yang dapat difungsikan untuk mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan hidup manusia (sebagai makhluk pribadi dan sosial) kepada titik optimal kemampuannya untuk memperoleh kesejateraan hidup di dunia dan kebahagiaan hidup di akhirat. Dalam hal ini, maka kedayagunaan pendidik sebagai alat pembayaran sangat bergantung pada pemegang alat kunci yang banyak menentukan keberhasilan proses pendidikan4, yang telah berkembang di berbagai daerah dari sistem yang paling sederhana menuju sistem pendidikan islam yang modern. Dalam perkembangan pendidikan islam didalam sejarahnya menunjukan perkembangan dalam subsistem yang bersifat operasional dan teknis terutama tentang metode, alat-alat dan bentuk kelembagaan adapun hal yang menjadi dasar dan tujuan pendidikan islam tetap dapat dipertahankan sesuai dengan ajaran islam dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah5.

Pendidikan Islam menurut Zakiah Drajat merupakan pendidikan yang lebih banyak ditunjukkan kepada perbaikan sikap mental yang akan terwujud dalam amal perbuatan, baik bagi keperluan diri sendiri maupun orang lain yang bersifat teoritis dan praktis6.

Dari berbagai pengertian pendidikan islam dapat kita simpulkan bahwa pendidikan islam adalah proses bimbingan dari pendidik yang mengarahkan anak didiknya kepada perbaikan sikap mental yang akan terwujud dalam amal perbuatan dan terbentuknya pribadi muslim yang baik.

3. Pengertian Sejarah Pendidikan Islam

Dari pengertian sejarah dan pendidikan islam maka dapat dirumuskan pengertian tentang sejarah pendidikan islam atau tarihut Tarbiyah islamiyah dalam buku Zuhairini yaitu:

1. keterangan mengenai pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam dari waktu ke waktu yang lain, sejak zaman lahirnya islam sampai dengan masa sekarang.
2. Cabang ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan pendidikan islam, baik dari segi ide dan konsepsi maupun segi institusi dan operasionalisasi sejak zaman nabi Muhammad saw sampai sekarang7.

Dra. Hasbullah merumuskan bahwa sejarah pendidikan islam yaitu:

1. catatan peristiwa tentang pertumbuhan dan perkembangan pendidikan islam dari sejak lahirnya sampai sekarang.
2. Suatu cabang ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan pendidikan islam baik dari segi gagasan atau ide-ide, konsep, lembaga maupun opersinalisasi sejak zaman nabi Muhammad hingga saat ini8.

Dari dua sumber yang merumuskan sejarah pendidikan islam dapat disimpulkan bahwa kedua penjelasan memiliki maksud yang sama yaitu peristiwa atau cabang ilmu pengetahuan mengenai pertumbuhan dan perkembangan pendidikan islam dari segi ide, konsep, lembaga operasionalisasi dari sejak zaman nabi Muhammad saw sampai sekarang.

4. Ruang Lingkup Sejarah Pendidikan Islam

1. Obyek

Obyek kajian sejarah pendidikan islam adalah fakta-fakta pendidikan islam berupa informasi tentang pertumbuhan dan perkembangan pendidikan islam baik formal, informal dan non formal. Dengan demikian akan diproleh apa yang disebut dengan sejarah serba objek hal ini sejalan dengan peranan agama islam sebagai agama dakwah penyeru kebaikan, pencegah kemungkaran, menuju kehidupan yang sejahtera lahir bathin secara material dan spiritual. Namun sebagai cabang dari ilmu pengetahuan, objek sejarah pendidikan islam umumnya tidak jauh berbeda dengan yang dilakukan dalam objek-objek sejarah pendidikan, seperti mengenai sifat-sifat yang dimilikinya. Dengan kata lain, bersifat menjadi sejarah serba subjek9.

2. Metode

Mengenai metode sejarah pendidikan islam, walaupun terdapat hal-hal yang sifatnya khusus, berlaku kaidah-kaidah yang ada dalam penulisan sejarah. Kebiasaan dari penelitian dan penulisan sejarah meliputi suatu perpaduan khusus keterampilan intelektual. Sejarahwan harus menguasai alat-alat analisis untuk menilai kebenaran materi-materi sebenarnya, dan perpaduan untuk mengumpulkan dan menafsirkan materi-materi tersebut kedalam kisah yang penuh makna, sebagai seorang ahli, sejarahwan harus mempunyai sesuatu kerangka berpikir kritis baik dalam mengkaji materi maupun dalam menggunakan sumber-sumbernya10.

Untuk memahami sejarah pendidikan islam diperlukan suatu pendekatan atau metode yang bisa ditempuh adalah keterpaduan antara metode deskriptif, metode komparatif dan metode analisis sistensis.

Dengan metode deskriptif, ajaran-ajaran islam yang dibawa oleh Rosulullah saw, yang termaktub dalam Al-Qur’an dijelaskan oleh As-sunnah , khususnya yang langsung berkaitan dengan pendidikan islam dapat dilukiskan dan dijelaskan sebagaimana adanya. Pada saatnya dengan cara ini maka yang terkandung dalam ajaran islam dapat dipahami.

Metode komparatif mencoba membandingkan antara tujuan ajaran islam tentang pendidikan dan tuntunan fakta-fakta pendidikan yang hidup dan berkembang pada masa dan tempat tertentu. Dengan metode ini dapat diketahui persamaan dan perbedaan yang ada pada dua hal tersebut sehingga dapat diajukan pemecahan yang mungkin keduanya apabila terjadi kesenjangan.

Metode analisis sinsesis digunakan untuk memberikan analisis terhadap istilah-istilah atau pengertian-pengertian yang diberikan ajaran islam secara kritis, sehingga menunjukkan kelebihan dan kekhasan pendidikan islam. Pada saatnya dengan metode sintesis dapat diperoleh kesimpulan-kesimpulan yang akurat dan cermat dari pembahasan sejarah pendidikan islam. Metode ini dapat pula didayagunakan untuk kepentingan proses pewarisan dan pengembangan budaya umat manusia yang islami11.

Dalam penggalian dan penulisan sejarah pendidikan islam ada beberapa metode yang dapat dipakai antaranya:

1. Metode Lisan dengan metode ini pelacakan suatu obyek sejarah dengan menggunakan interview.
2. Metode Observasi dalam hal ini obyek sejarah diamati secara langsung.
3. Metode Documenter dimana dengan metode ini berusaha mempelajari secara cermat dan mendalam segala catatan atau dokumen tertulis12.

5. Manfaat Sejarah Pendidikan Islam

Dengan mengkaji sejarah akan bisa memperoleh informasi tentang pelaksanaan pendidikan islam dari zaman Rosulullah sampai sekarang mulai dari pertumbuhan, perkembangan, kemajuan, kemunduran, dan kebangkitan kembali tentang pendidikan islam. Dari sejarah dapat diketahui segala sesuatu yang terjadi dalam penyelenggaraan pendidikan islam dengan segala ide, konsep, intitusi, sistem, dan operasionalisnya yang terjadi dari waktu ke waktu, jadi sejarah pada dasarnya tidak hanya sekedar memberikan romantisme tetapi lebih dari itu merupakan refleksi historis. Dengan demikian belajar sejarah pendidikan islam dapat memberikan semangat (back projecting theory) untuk membuka lembaran dan mengukir kejaya dan kemajuan pendidikan islam yang baru dan lebih baik. Dengan demikian sejarah pendidikan islam sebagai study tentang masalah-masalah yang berhubungan dengan sejarah pendidikan sudah barang tentu sangat bermanfaat terutama dalam rangka memberikan sumbangan bagi pertumbuhan atau perkembangan pendidikan13.

Secara umum sejarah memegang peranan penting bagi kehidupan umat manusia. Hal ini karena sejarah menyimpan atau mengandung kekuatan yang dapat menimbulkan dinamisme dan melahirkan nilai-nilai baru bagi pertumbuhan serta perkembangan kehidupan umat manusia. Sumber utama ajaran Islam (Al-Qur’an) mengandung cukup banyak nilai-nilai kesejarahan yang langsung dan tidak langsung mengandung makna benar, pelajaran yang sangat tinggi dan pimpinan utama khususnya umat islam. Ilmu tarikh (sejarah) dalam islam menduduki arti penting dan berguna dalam kajian dalam islam. Oleh karena itu kegunaan sejarah pendidikan meliputi dua aspek yaitu kegunaan yang bersifat umum dan yang bersifat akademis14.

Sejarah pendidikan islam memiliki kegunaan tersendiri diantaranya sebagai faktor keteladanan, cermin, pembanding, dan perbaikan keadaan. Sebagai faktor keteladanan dapat dimaklumi karena al-Qur’an sebagai sumber ajaran islam banyak mengandung nilai kesejarahan sebagai teladan. Hal ini tersirat dalam Al-Qur’an :

‌‌‌‌‌‌‌‌‌‌‌‌‌لقد كان لكم فى رسول الله أسوة حسنة…..

Sesungguhnya telah ada pada diri Rosulullah itu suri tauladan yang baik bagimu sekalian ….( Q.S. Al-Ahzab: 21)

قل إن كنتم تُحِبُّون اللهَ فأتَّبِعونى يحببكم الله …..(31)

Katakanlah: “jika kamu (benar-benar)mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu”……(Q.S. Ali-Imran:31)

…… واتَّبعوهُ لعلّكم تهتدون (158)

…. Dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk (Q.S Al-A’raaf:158)

Berpedoman pada ayat diatas umat islam dapat meneladani proses pendidikan islam semenjak zaman kerasulan Muhammad saw, Khulafaur Rasyidin, ulama-ulama besar dan para pemuka gerakan pendidikan islam.

Sebagai cermin ilmu sejarah berusaha menafsirkan pengalaman masa lampau manusia dalam berbagai kegiatan. Akan tetapi sejalan dengan perkembangan bahwa tidak semua kagiatan manusia berjalan mulus terkadang menemukan rintangan-rintangan tertentu sehingga dalam proses kegiatannya mendapat sesuatu yang tidak diharapkan, maka kita perlu bercermin atau dengan kata lain mengambil pelajaran dari kejadian-kejadian masa lampau sehingga tarikh itu bagi masa menjadi cermindan dapat diambil manfaatnya khususnya bagi perkembangan pendidikan islam.

Sebagai pembanding, suatu peristiwa yang berlangsung dari masa ke masa tentu memiliki kesamaan dan kekhususan. Dengan demikian hasil proses pembanding antara masa silam, sekarang, dan yang akan datang diharapkan dapat memberi andil bagi perkembangan pendidikan islam karena sesungguhnya tarikh itu menjadi cermin perbandingan bagi masa yang baru.

Sebagai perbaikan, setelah berusaha menafsirkan pengalaman masa lampau manusia dalam berbagai kegiatan kita berusaha pula untuk memperbaiki keadaan yang sebelumnya kurang konstruktif menjadi lebih konstruktif15.

Adapun kegunaan sejarah pendidikan islam yang bersifat akademis diharapkan dapat :

1. Mengetahui dan memahami pertumbuhan dan perkembangan pendidikan islam, sejak zaman lahirnya sampai masa sekarang.
2. Mengambil manfaat dari proses pendidikan islam, guna memecahkan problematika pendidikan islam pada masa kini.
3. Memiliki sikapn positif terhadap perubahan-perubahan dan pembaharuan-pembaharuan sistem pendidikan islam.

Selain itu sejarah pendidikan islam akan mempunyai kegunaan dalam rangka pembangunan dan pengembangan pendidikan islam. Dalam hal ini, sejarah pendidikan islam akan memberikan arah kemajuan yang pernah dialami sehingga pembangunan dan pengembangan itu tetap berada dalam kerangka pandangan yang utuh dan mendasar16.

6. Pentingnya dalam Mempelajari Sejarah Pendidikan Islam

Dari mengkaji sejarah kita dapat memperoleh informasi tentang pelaksaan pendidikan islam dari zaman Rosulullah sampai sekarang, mulai dari pertumbuhan, perkembangan, kemajuan, kemunduran dan kebangkitan kembali dari pendidikan islam. Dari sejarah dapat diketahui bagaimana yang terjadi dalam penyelenggaraan pendidikan islam dengan segala ide, konsep, institusi, sistem, dan opersionalnya yang terjadi dari waktu ke waktu17.

Dalam ajaran islam, pendidikan mendapatkan posisi yang sangat penting dan tinggi karena pendidikan merupakan salah satu perhatian sentral (central attention) masyarakat. Pengalaman pembangunan di negara-negara sudah maju khususnya negara-negara di dunia Barat membuktikan betapa besar peran pendidikan dalam proses pembangunan.

Tepatnya dikatakan oleh Ghulam nabi Saqib Education may be used to help modernize a society, education, therefore is certainly the key to the modernization of muslim societies. Demikian juga tepat dapat dikatakan Jhon Dewey, pendidikan diartikan sebagai social continuty of life. Pendidikan juga diartikan, it mo kowly as transmission from some persons to others of the skills the arts and the science. Adapun Kant, mengartikan pendidikan sebagai care, discipline and instruction. Oleh karena itu, peranan pendidik sangat penting dan pendidikan hendaknya memenuhi kebutuhan masyarakat18.

7. Ilmu yang Erat Kaitannya dengan Sejarah Pendidikan Islam

Pendidikan islam merupakan warisan dan perkembangan budaya manusia yang bersumber dan berpedoman ajaran islam dalam rangka terbentuknya kepribadian utama menurut islam. Munculnya ilmu pendidikan telah memotivasi umat islam untuk menelusuri perjalanan sejarah pendidikan islam. Teori-teori yang berkaitan dalam dunia pendidikan besar gunanya dalam mengumpulkan fakta-fakta sejarah yang selanjutnya menempatkan fakta-fakta tersebut dalam konteks sejarahnya dengan demikian pembahasan sejarah pendidikan tidak sekedar menempatkan peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan perkembangan dan perjalanan pendidikan islam sesuai dengan urutan-urutan peristiwa. Lebih dari itu sejarah pendidikan islam menuntut pengungkapan realitas sosial muslim untuk menjawab suatu peristiwa yang terjadi.

Dengan demikian sejarah pendidikan islam bukanlah ilmu berdiri sendiri namun merupakan bagian dari sejarah pendidikan secara umum. Sejarah pendidikan merupakan uraian sistematis dari segala sesuatu yang telah dipikirkan dan dikerjakan dalam lapangan pendidikan pada waktu yang telah lampau. Sejarah pendidikan menguraikan perkembangan pendidikan dari dahulu hingga sekarang19. Oleh karena itu, sejarah pendidikan sangat erat kaitannya dengan beberapa ilmu antara lain:

1. Sosiologi

Interaksi yang terjadi baik antara individu maupun antara golongan, dimana dalam hal ini menimbulkan suatu dinamika. Dinamika dan perubahan tersebut bermuara pada terjadinya mobilitas sosial semua itu berpengaruh pada sistem pendidikan islam. Serta kebijaksanaan pendidikan islam yang dijalankan pada suatu masa.

2. Ilmu Sejarah

Membahas tentang perkembangan peristiwa-peristiwa atau kejadian –kejadian penting di masa lampau dan juga dibahas segala ikhwal “orang-orang besar” dalam struktur kekuasaan dalam politik karena umumnya orang-orang yang besar cukup dominan pengaruhnya dalam menetukan sistem, materi, tujuan pendidikan, yang berlaku pada masa itu.

3. Sejarah Kebudayaan

Dalam hubungan ini pendidikan berarti pemindahan isi kebudayaan untuk menyempurnakan segala dan kecakapan anak didik guna menghadapi persoalan-persoalan dan harapan-harapan kebudayaannya, pendidikan islam adalah usaha mewariskan nilai-nilai budaya dari suatu generasi ke generasi selanjutnya. Oleh karenanya mempelajari sejarah kebudayaan dalam rangka memahami sejarah islam adalah sangat penting20.

4. Periodesasi Sejarah Pendidikan Islam

Sejarah pendidikan islam pada hakikatnya tidak terlepas dari sejarah islam. Oleh karenanya, periodesasi pendidikan islam berada dalam periode-periode sejarah islam itu sendiri. Prof. Dr. Harun Nasution secara garis membagi sejarah islam kedalam tiga periode yaitu periode klasik, pertengahan, dan modern21.

Kemudian dalam buku Dra. Zuhairini dijelaskan bahwa periode-periode tersebut di bagi menjadi lima masa, yaitu:

1. masa hidupnya Nabi Muhammad SAW (571-632 M)
2. masa Khalifaur Rasyidin di Madinah ( 632-661 M)
3. masa kekuasaan Umawiyah di Damsyik (661-750 M)
4. masa kekuasaan Abbasiyah di Baghdad ( 750-1250)
5. masa dari jatuhnya kekuasaan Khalifah di Bagdad tahun 1250 M s/d sekarang22.

1 Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: PT Raja Garfindo Persada, 1995, h. 1

2 Departemen Agama, rekontruksi Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI, 2005, h. 1

3 A. Mustafa, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Bandung: CV Pustaka Setia, 1999, h. 11

4 Armai Arief, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga Pendiidikan Islam klasik, Bandung: Percetakan Angkasa, 2005, h. 4

5 A. Mustafa, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Bandung: CV Pustaka Setia, 1999, h. 11

6 http//forum.dudung.net.

7 Zuhairini, dkk, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 1997, h. 2

8 Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: PT Raja Garfindo Persada, 1995, h. 8-9

9 A. Mustafa, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Bandung: CV Pustaka Setia, 1999, h. 14.

10 A. Mustafa, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Bandung: CV Pustaka Setia, 1999, h. 14

11 Enung K Rukiati,Sejarah Pendidikan Islam di indonesia,Bandung: CV Pustaka Setia, 2006, h. 14-15.

12 Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: PT Raja Garfindo Persada, 1995, h. 10

13 Departemen Agama, rekontruksi Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI, 2005, h. 18

14 A. Mustafa, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Bandung: CV Pustaka Setia, 1999, h. 16.

15 Enung K Rukiati, Sejarah Pendidikan Islam di indonesia,Bandung: CV Pustaka Setia, 2006, h. 17.

16 Zuhairini, dkk, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 1997, h. 2

17 Hanun Asrohah, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu, 2001, h.11.

18 Departemen Agama, rekontruksi Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI, 2005, h. 7

19 Departemen Agama, rekontruksi Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI, 2005,h. 11

20 Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: PT Raja Garfindo Persada, 1995, h. 11-12

21 Enung K Rukiati, Sejarah Pendidikan Islam di indonesia,Bandung: CV Pustaka Setia, 2006, h. 17.

22 Zuhairini, dkk, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 1997, h. 5


SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM MASA RASUL

Pendidikan Islam merupakan suatu hal yang paling utama bagi warga suatu negara, karena maju dan keterbelakangan suatu negara akan ditentukan oleh tinggi dan rendahnya tingkat pendidikan warga negaranya.
Salah satu bentuk pendidikan yang mengacu kepada pembangunan tersebut yaitu pendidikan agama adalah modal dasar yang merupakan tenaga penggerak yang tidak ternilai harganya bagi pengisian aspirasi bangsa, karena dengan terselenggaranya pendidikan agama secara baik akan membawa dampak terhadap pemahaman dan pengamalan ajaran agama.
Pendidikan Islam bersumber kepada Al-Quran dan Hadis adalah untuk membentuk manusia yang seutuhnya yakni manusia yang beriman dan bertagwa terhadap Allah Swt, dan untuk memelihara nilai-nilai kehidupan sesama manusia agar dapat menjalankan seluruh kehidupannya , sebagaimana yang telah ditentukan Allah dan Rasul-Nya, demi kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. atau dengan kata lain , untuk mengembalikan manusia kepada fitrahnya, yaitu memanusiakan manusia ,supaya sesuai dengan kehendak Allah yang menciptakan sebagai hamba dan khalifah di muka bumi.
Manusia adalah makhluk yang selalu merindukan kesempurnaan, oleh karena itu dengan segala potensi yang dimilikinya, manusia berusaha maju dan berkembang untuk mencapai kesempurnaannya itu. Manusia setiap saat membutuhkan belajar dari lingkungan atau alam semesta dan juga diperlukan pengaruh dari luar yang oleh Slamet Imam Santoso disebut dengan istilah pendidikan.
Dengan demikian jelaslah bahwa proses kependidikan merupakan rangkaian usaha membimbing, mengarahkan potensi hidup manusia dan kemampuan belajar yang dilandasi oleh nilai-nilai islami. Berbicara masalah sejarah pendidikan Islam, paling tidak ada dua hal yang perlu diperhatikan tentang rumusan sejarah pendidikan Islam.
Cabang ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam sejak zaman Nabi Muhmmad SAW sampai sekarang. Pendidikan Islam mulai dilaksanakan Rasulullah setelah mendapat perintah dari Allah melalui firmannya QS. 74 : 1-7, langkah awal yang ditempuh oleh Nabi adalah menyeru keluarganya, sahabat-sahabanya, tetangga dan masyarakat luas.
Pada masa Nabi, Negara Islam meliputi seluruh jazirah Arab dan pendidikan Islam berpusat di Madinah, setelah Rasulullah wafat kekuasaan pemerintahan Islam dipegang oleh Khulafaurrasyidin dan wilayah Islam telah meluas di luar jazirah Arab. Para khalifah ini memusatkan perhatiannya kepada pendidikan, syiarnya agama dan kokohnya Negara Islam.
LATAR BELAKANG
Dahulu kala ilmu pengetahuan masih terpisah-pisah, bahkan pernah terjadi ketegangan antara dimensi intelektual dan logika di satu sisi dengan dimensi emosional dan spiritual di lain sisi. Ketegangan ini mencapai puncaknya pada zaman positifisme. Di masa ini seolah-olah agama tidak punya ruang di dalam wacana ilmu pengetahuan. Untungnya zaman positifisme tidak berlangsung terlalu lama.
Periode berikutnya muncul modernisme, disusul dengan posmodernisme, kemudian terakhir diklaim dengan era new age yang memberi wilayah dan apresiasi lebih positif kepada dimensi emosional-spiritual. Bahkan perkembangan yang paling terakhir menurut pengamat perkembangan ilmu pengetahuan, kita sekarang sudah memasuki apa yang distilahkan dengan era post new age, yang lebih menekankan pada aspek spiritual. Oleh sebab itu fenomene sufisme, meditasi, dan mystical music, semakin berkembang di dalam masyarakat akademik dan di dalam masyarakat perkotaan.
Reintegrasi ilmu pengetahuan sesungguhnya berawal ketika lahirnya Islam. Ayat Al-Qur’an yang pertama diturunkan ialah Iqra’ bi ism Rabbik al-ladzi khalaq. Khalaq al-insan min ‘alaq. Iqra’ wa Rabbuk al-Akram. Al-Ladzi ’alama bi al-qalam. ’Allam al-insan ma lam ya’lam. (Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) manusia dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya). Ayat pertama tadi memberikan bukti bahwa dalam Islam, perintah membaca sebagai simbol dari urgensi ilmu pengetahuan harus diintegrasikan dengan wawasan ketuhanan.
Rasulullah Saw menjabarkan perintah ini dengan memperkenalkan konsep integralisme keilmuan sejati, dengan pemaduan secara harmonis antara unsur rasionalitas, unsur moralitas dan seni ke dalam tiga landasan ilmu, yaitu ontologi, epistimologi, dan aksiologi. Puncak peradaban manusia paling menakjubkan memang terjadi di masa Rasulullah Saw. Ia berhasil membangun landasan keilmuan yang integratif antara ilmu-ilmu rasional-analitis dan ilmu-ilmu moral-spiritual. Sayangnya perkembangan selanjutnya kembali mengalami keterpecahan, terutama setelah bangkitnya kembali dunia Barat yang biasa dikenal dengan abad filsafat Yunani ke II yang melakukan pemisahan antara ilmu-ilmu rasional-analitik dengan ilmu-ilmu keagamaan.
PEMBAHASAN
Reintegrasi & Reorientasi Ilmu Pengetahuan
Perkembangan awal ilmu pengetahuan masih sangat sederhana, belum tersistematisasi, dan masih lebih merupakan pengetahuan intuitif. Perkembangan berikutnya menjadi pengetahuan analitis dan logika serta mulai ada spesialisasi meskipun masih bersifat generik. Selanjutnya ilmu perkembangan ilmu pengetahuan sudah mulai memasuki wilayah penjurusan dan spesifikasi. Perkembangan selanjutnya ilmu pengetahuan mulai dihubungkan dengan persoalan moral, karena mulai disadari bahwa perkembangan ilmu tanpa dibarengi dengan kendari moral justru akan mengancam eksistensi martabat kemanusiaan.
Perkembangan terakhir mulai disadari bahwa cakupan ilmu pengetahuan bukan hanya pada dimensi kognitif dan logika tetapi juga pada wilaya spiritual, maka tidak heran kalau akhir-akhir ini muncul istilah kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual di samping kecerdasan intelektual, terutama setelah terbitnya buku Emotional Intelligence karya Daniel Goleman dan Spiritual Intelligence: The Ultimate Intelligence, karya Danah Zohar & Ian Marshal. Aspek seni, keindahan, dan rasa mulai terintegrasi di dalam ontologi dan epistimologi keilmuan.
Kesadaran akan urgensi ilmu pengetahuan dan pendidikan di kalangan umat Islam ini tidak muncul secara spontan dan mendadak, namun kesadaran ini merupakan efek dari sebuah proses panjang yang dimulai pada masa awal Islam (masa ke-Rasul-an Muhammad). Pada masa itu Muhammad senantiasa menanamkan kesadaran pada sahabat dan pengikutnya (umat Islam) akan urgensi ilmu dan selalu mendorong umat untuk senantiasa mencari ilmu. Hal ini dapat kita buktikan dengan adanya banyak hadis yang menjelaskan tentang urgensi dan keutamaan (hikmah) ilmu dan orang yang memiliki pengetahuan. Bahkan dalam sebuah riwayat yang sangat termashur disebutkan bahwa Muhammad menyatakan menuntut ilmu merupakan sesuatu yang diwajibkan bagi umat Islam, baik laki-laki maupun perempuan.
Setelah ke-wafat-an Muhammad, para sahabat dan umat Islam secara umum tetap melanjutkan misi ini dengan menanamkan kesadaran akan urgensi ilmu pengetahuan kepada generasi-generasi sesudahnya, sehingga kesadaran ini menjadi sesuatu yang mendarah daging di kalangan umat Islam dan mencapai puncaknya pada abad XI sampai awal abad XIII M.


Konsep Pendidikan Islam

Metode dalam pendidikan islam merupakan suatu metode yang khas dan tersendiri, baik dari segi alat-alat maupun segi tujuan-tujuannya, dengan suatu bentuk yang nyata dan menarik perhatian serta membangkitkan minat untuk memiliki sumber ideologinya yang khas dalam perjalanan sejarah. Ruang lingkup dan keleluasaan system pendidikan islam tidak boleh keluar dari keterpaduan tujuan dan cara. Didalam sistem pendidikan islam terdapat satu cara dan satu tujuan untuk dapat menyatukan kepribadian yang pecah untuk dapat mencapai satu tujuan yang lurus dan bulat. Inilah keistimewaan dari sistem pendidikan islam yang berbeda dengan sistem pendidikan buatan manusia yang pada umumnya memiliki tujuan yang relatif sama meskipun alat-alat yang digunakan untuk memenuhi tujuan tersebut berbeda-beda sesuai dengan pengaruh lingkungan dan kondisi sejarah, sosial, politik dan sebagainya.

Sistem pendidikan buatan manusia pada umumnya bermuara dalam suatu tujuan pendidikan yaitu membentuk “ nasionalisme sejati “. Sedangkan islam, tidak mengurung dirinya pada batas-batas yang sempit itu dan tidak hanya berusaha membentuk “ nasionalis sejati “ akan tetapi berusaha untuk mewujudkan suatu tujuan yang lebih besar dan menyeluruh, yaitu membentuk “ manusia sejati”.

Islam dalam membentuk manusia yang baik itu tidak membiarkan manusia berada dalam kebimbangan dan terus menerus berjalan didalam kegelpan, dimana masing-masing membentuk dirinya menurut kemauannya sendiri. Akan tetapi islam menetapkan ciri-ciri manusia secara cermat dan jelas, serta menggaris strategi yang dapat mengantarkan mereka untuk mencapai tujuan itu.

CIRI – CIRI KHAS SISTEM PENDIDIKAN ISLAM

Metodologi islam dalam melakukan pendidikan adalah dengan melakukan pendidikannya menyeluruh terhadap wujud manusia, sehingga tidak ada yang tertinggal dan terabaikan sedikit pun, baik segi jasmani maupun rohani, baik kehidupannya secara fisik maupun secara mental, dan segala kegiatannya di bumi ini.

Islam memandang manusia secara totalitas, mendekatinya atas dasar apa yang terdapat di dalam dirinya, atas dasar fitrah yang diberikan Allah SWT kepadanya, tidak ada sedikitpun yang diabaikan dan tidak memaksakan apapun selain apa yang dijadikan sesuai dengan fitrahnya.

Islam mengakui wujud manusia secara utuh, tanpa mengurangi nilainya dan merusk kemampuannya sedikit pun. Islam mengakui kebutuhan-kebutuhan spiritual wujud manusia beserta segala daya yang terkandung didalamnya. Islam memberikan segala yang diperlukannya seperti akidah, nilai-nilai dan harga diri, dan menyokong daya-daya yang ada padanya untuk memperbaiki eksistensi mental dan kejelekan-kejelekan yang terdapat dalam masyarakat.

Islam tidak hanya menonjol dalam memperhatikan semua segi eksistensi manusia dan tidak mengabaikan sedikit pun berbagai macam daya yang terdapat didalamnya. Tetapi yang paling menonjol adalah bahwa islam sejalan dengan fitrah dalam hal-hal yang lebih jauh dari itu.

Islam disamping yakin akan adanya banyak segi manusia yaitu jasmani, akal dan rohaninya dengan berbagi kebutuhan daya setiap segi itu, meyakini pula kesatuan dan keterpaduan wujud manusia tersebut dan tidak mungkin dipisah-pisahkan satu dengan yang lain. Fitrah manusia berjalan menurut garis yang telah diciptkan Allah SWT. Dengan demikian jasmani, akal dan roh yang ada dalam diri manusia tidak mungkin dapat dipisah-pisahkan. Roh, akal dan tubuh, ketiganya membentuk satu wujud yang utuh, yang disebut manusia, semuanya berinteraksi secara utuh. Islam mengikuti aliran fitrah yang ada dan meyakini bahwa ada saling keterikatan antra unsur-unsur tersebut. Dengan demikian maka islam tidak setuju adanya pemisahan salah satu unsur dari unsur yang lain atau menonjolkan satu unsur dengan menekan sama sekali unsur-unsur yang lain.

PESERTA DIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAM

Peserta didik adalah setiap manusia yang sepanjang hidupnya selalu dalam perkembangan. Kaitannya dengan pendidikan adalah bahwa perkembangan peserta didik itu selalu menuju kedewasaan dimana semuanya itu terjadi karena adanya bantuan dan bimbingan yang diberikan oleh pendidik. Bantuan dan bimbingan yang diberikan oleh pendidik sangat dipengaruhi oleh pandangan pendidik itu sendiri terhadap peserta didik. Dalam hal ini anak ( peserta didik ) merupakan sarana dalam proses pendidikan.

Pertumbuhan dan perkembangannya yang dialami oleh peserta didik sangat dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu faktor pembawaan ( warisan ), faktor lingkungan dan faktor kematangan ( internal ). Dalam proses perkembangan seseorang, ada beberapa aliran yang menjelaskan tentang teori perkembangan, antara lain :

1. Aliran Nativisme.

Dalam aliran ini dijelaskan bahwa perkembangan manusia itu ditentukan oleh pembawaannya, sedangkan pengalaman dan pendidikan tidak berpengaruh apa-apa ( Arthur Sckonenhauer : 1788 – 1860 ). Faktor pembawaan ini bersifat kodrati dari lahir dan tidak dapat diubah oleh pengaruh alam sekitar. Faktor inilah yang akan membentuk kepribadian manusia.

2. Aliran Empirisme

Pada aliran ini dijelaskan bahwa perkembangan manusia itu semata-mata tergantung pada lingkngan dengan pengalaman pendidikannya ( John Locke ).

3. Aliran Konvergensi

Aliran ini adalah gabungan antara aliran empirisme dengan aliran nativisme. Didalamnya menggabungkan arti penting hereditas ( pembawaan ) dengan lingkungan sebagai faktor-faktor yang berpengaruh dalam perkembangan manusia. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perkembangan pribadi seeorang adalah hasil proses kerjasama dua factor : warisan dan lingkungan. Aliran ini dikembangkan oleh Louis William Stern ( 0031871 – 1938 ).

Dalam proses perkembangan manusia, islam memiliki konsep-konsep yang menjelaskan proses tersebut secara gamblang. Konsep-konsep tersebut antara lain :

a. Konsep fitrah dalam diri manusia.

Fitrah merupkan suatu ketetapan Tuhan bagi setip makhluk-Nya. Tujuan dan jalan hidup manusia ditentukn oleh Allah SWT, hal ini disebut “ Hidayah Amah Ilahiyah “. Petunjuk yang ditentukan oleh Allah SWT tidak pernah menyesatkan dan keliru dalam menuntun makhluknya untuk menenpuh jalan perkembangannya. Dalam Al-Qur”an, secara fitrah manusia dijelaskan terdiri dari dua bagian : kulit dan isi. Bentuk fisik adalah kulit, sedangkan akal adalah isi. Akal yang dalam terjemahan Al-Qur’an disebut al-a”ql dalah potensi dan substansi dalam diri manusia yang dirinya berlangsung beberapa proses olah pikir, seperti berpikir, mengingat, mengambil iktibar dan sebagainya.

b. Konsep warisan dan Bi’ah ( lingkungan )

Konsep ini menerangkan bahwa keadan manusia saat ini merupakan pembwaan sejak lahir yang diperoleh dari orang tuanya. Selain faktor bawaan, perkembangan manusia juga sangat ditentukan oleh keadaan lingkungan.

Makalah Konsep Pendidikan Islam

A. Pendahuluan
Al-Qur’an merupakan sumber pendidikan dan ilmu pengetahuan yang mengajarkan manusia dengan bahasanya yang lemah lembut, balaghoh yang indah, sehingga al-Qur’an membawa dimensi baru terhadap pendidikan dan berusaha mengajak para ilmuwan untuk menggali maksud kandungannya agar manusia lebih dekat kepada-Nya.
Petunjuk pendidikan dalam al-Qur’an tidak terhimpun dalam kesatuan pragmen tetapi ia diungkapkan dalam berbagai ayat dan surat al-Qur’an, sehingga untuk menjelaskannya perlu melalui tema-tema pembahasan yang relevan dan ayat-ayat yang memberikan informasi-informasi pendidikan yang dimaksud.
Al-Qur’an mengintroduksikan dirinya sebagai pemberi petunjuk kepada jalan yang lebih lurus (Q.S. Al-Israa: 19)
وَمَنْ أَرَادَ الآخِرَةَ وَسَعَى لَهَا سَعْيَهَا وَهُوَ مُؤْمِن ٌ فَأُوْلَائِكَ كَانَ سَعْيُهُمْ مَشْكُورا ً
“Dan berapa banyaknya kaum sesudah Nuh telah Kami binasakan. Dan cukupkan Tuhanmu Maha Mengetahui lagi Maha Melihat dosa hamba-hamba-Nya.”
Petunjuk-petunjuknya bertujuan memberi kesejahteraan dan kebahagiaan bagi manusia, baik secara pribadi maupun kelompok, dan karena itu ditemukan petunjuk-petunjuk bagi manusia dalam kedua bentuk tersebut.
Muhammad Rasulullah dipandang sukses dalam mendidik masyarakatnya menjadi masyarakat yang berbudi tinggi dan akhlak mulia. Pada mulanya masyarakat Arab adalah masyarakat jahiliyah, sehingga perkataan primitif tidak cukup untuk menggambarkannya, hingga datang Rasulullah yang membawa mereka untuk meninggalkan kejahiliahan tersebut dan mencapai suatu bangsa yang berbudaya dan berkepribadian yang tinggi, bermoral serta memberi pengetahuan.
Al-Qur’an memberi petunjuk atau arah, jalan yang lurus mencapai kebahagiaan bagi manusia, sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 16:

يَهْدِي بِهِ اللَّهُ مَنِ اتَّبَعَ رِضْوَانَه ُُ سُبُلَ السَّلاَمِ وَيُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ بِإِذْنِه ِِ وَيَهْدِيهِمْ إِلَى صِرَاط ٍ مُسْتَقِيم

“Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus.”
Nabi Muhammad Saw sebagai utusan Allah untuk manusia di bumi ini di beri kuasa oleh Allah sebagai penerima wahyu, yang diberi tugas untuk mensucikan dan mengajarkan manusia sebagaimana dalam surat al-Baqarah ayat 151. Dalam ayat tersebut mensucikan diartikan dengan mendidik, sedang mengajar tidak lain kecuali mengisi benak anak didik dengan pengetahuan yang berkaitan dan metafisika dan fisika.
Tujuan yang ingin dicapai dengan pembacaan, penyucian dan pengajaran tersebut adalah pengabdian kepada Allah, sejalan dengan tujuan penciptaan manusia dalam surat Al-Dzariyat(51) ayat 56:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإِنسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُونِ
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”
Maksudnya Allah tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk menjadikan tujuan akhir atau hasil segala aktivitasnya sebagai pengabdian kepada Allah (M. Quraish Shihab, 1994: 172).
Pada makalah ini akan dibahas konsep pendidikan menurut Al-Qur’an yang akan mencoba menafsirkan ayat-ayat yang berkaitan dengan konsep pendidikan yaitu dalam surat Al-Baqarah ayat 31-34, surat Al-Baqarah ayat 129 dan 151, dan surat Luqman ayat 13-14.

B. Pengertian Konsep dan Pendidikan
Konsep berasal dari bahasa Inggris “concept” yang berarti “ide yang mendasari sekelas sesuatu objek”,dan “gagasan atau ide umum”. Kata tersebut juga berarti gambaran yang bersifat umum atau abstrak dari sesuatu (A.S. Hornby, A.P. Cowie (Ed), 1974: 174)
Dalam kamus Bahasa Indonesia, konsep diartikan dengan (1) rancangan atau buram surat tersebut. (2) Ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkrit (3) gambaran mental dari objek, proses ataupun yang ada diluar bahasa yang digunakan untuk memahami hal- hal lain (Tim Penyusun, 1989: 456).
Sedangkan pengertian pendidikan menurut Mohamad Natsir adalah suatu pimpinan jasmani dan ruhani menuju kesempurnaan kelengkapan arti kemanusiaan dengan arti sesungguhnya (Mohamad Natsir, 1954: 87).
Menurut Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Bab 1 ayat 1, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. (UU Sisdiknas no. 20 th. 2003)
Kemudian pengertian pendidikan Islam antara lain menurut Dr. Yusuf Qardawi sebagaimana dikutip Azyumardi Azra memberi pengertian pendidikan Islam yaitu pendidikan manusia seutuhnya, akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya, akhlak dan keterampilannya. Karena pendidikan Islam menyiapkan manusia untuk hidup dan menyiapkan untuk menghadapi masyarakat dengan segala kebaikan dan kejahatannya, manis pahitnya (Azyumardi Azra, 2000: 5)
Endang Saefuddin Anshari memberi pengertian secara lebih tehnis, pendidikan Islam sebagai proses bimbingan (pimpinan, tuntunan dan usulan) oleh subyek didik terhadap perkembangan jiwa (pikiran, perasaan, kemauan, intuisi), dan raga obyek didik dengan bahan-bahan materi tertentu, pada jangka waktu tertentu, dengan metode tertentu dan dengan alat perlengkapan yang ada ke arah terciptanya pribadi tertentu disertai evaluasi sesuai ajaran Islam (Endang Saefuddin,1976: 85) Pendidikan Islam adalah suatu proses pembentukan individu berdasarkan ajaran-ajaran Islam yang diwahyukan Allah SWT kepada Muhammad Saw (Azyumardi Azra, 1998: 5)
Sedangkan menurut hasil rumusan Seminar Pendidikan Islam se-Indonesia tahun 1960, memberikan pengertian pendidikan Islam sebagai: “bimbingan terhadap pertumbuhan rohani dan jasmani menurut ajaran Islam dengan hikmah mengarahkan, mengajarkan, melatih, mengasuh dan mengawasi berlakunya semua ajaran Islam.”(Muzayyin Arifin, 2003: 15)
Berdasarkan beberapa pengertian diatas, terdapat perbedaan antara pengertian pendidikan secara umum dengan pendidikan Islam. Pendidikan secara umum merupakan proses pemindahan nilai-nilai budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya. Perbedaan tersebut dalam hal nilai-nilai yang dipindahkan (diajarkan). Dalam pendidikan Islam, nilai-nilai yang dipindahkan berasal dari sumber-sumber nilai Islam yakni Al-Qur’an, Sunah dan Ijtihad.
Jadi, pendidikan Islam merupakan proses bimbingan baik jasmani dan rohani berdasarkan ajaran-ajaran agama Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian muslim sesuai dengan ukuran-ukuran Islam.


C. Konsep Pendidikan Menurut Al-Qur’an
Merujuk kepada informasi al-Qur’an pendidikan mencakup segala aspek jagat raya ini, bukan hanya terbatas pada manusia semata, yakni dengan menempatkan Allah sebagai Pendidik Yang Maha Agung. Konsep pendidikan al-Qur’an sejalan dengan konsep pendidikan Islam yang dipresentasikan melalui kata tarbiyah, ta’lim dan ta’dib.
Tarbiyah berasal dari kata Robba, pada hakikatnya merujuk kepada Allah selaku Murabby (pendidik) sekalian alam. Kata Rabb (Tuhan) dan Murabby (pendidik) berasal dari akar kata seperti termuat dalam ayat al-Qur’an:
وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرا ً
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil". (Q.S. Al-Israa:24)
Menurut Syed Naquib Al-Attas, al-tarbiyah mengandung pengertian mendidik, memelihara menjaga dan membina semua ciptaan-Nya termasuk manusia, binatang dan tumbuhan (Jalaluddin, 2003: 115). Sedangkan Samsul Nizar menjelaskan kata al-tarbiyah mengandung arti mengasuh, bertanggung jawab, memberi makan, mengembangkan, memelihara, membesarkan, menumbuhkan dan memproduksi baik yang mencakup kepada aspek jasmaniah maupun rohaniah (Samsul Nizar, 2001, 87).
Kata Rabb di dalam Al-Qur’an diulang sebanyak 169 kali dan dihubungkan pada obyek-obyek yang sangat banyak. Kata Rabb ini juga sering dikaitkan dengan kata alam, sesuatu selain Tuhan. Pengkaitan kata Rabb dengan kata alam tersebut seperti pada surat Al-A’raf ayat 61:
قَالَ يَاقَوْمِ لَيْسَ بِي ضَلاَلَة ٌ وَلَكِنِّي رَسُول ٌ مِنْ رَبِّ الْعَالَمِينَ
“ Nuh menjawab: Hai kaumku, tak ada padaku kesesatan sedikitpun tetapi aku adalah utusan Tuhan semesta alam.”
Pendidikan diistilahkan dengan ta’dib, yang berasal dari kata kerja “addaba” . Kata al-ta’dib diartikan kepada proses mendidik yang lebih tertuju pada pembinaan dan penyempurnaan akhlak atau budi pekerti peserta didik (Samsul Nizar, 2001: 90). Kata ta’dib tidak dijumpai langsung dalam al-Qur’an, tetapi pada tingkat operasional, pendidikan dapat dilihat pada praktek yang dilakukan oleh Rasulullah. Rasul sebagai pendidik agung dalam pandangan pendidikan Islam, sejalan dengan tujuan Allah mengutus beliau kepada manusia yaitu untuk menyempurnakan akhlak (Jalaluddin, 2003: 125). Allah juga menjelaskan, bahwa sesungguhnya Rasul adalah sebaik-baik contoh teladan bagi kamu sekalian.
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَة ٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرا
“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”(Q.S. Al-Ahzab, 21)
Selanjutnya Rasulullah Saw meneruskan wewenang dan tanggung jawab tersebut kepada kedua orang tua selaku pendidik kodrati. Dengan demikian status orang tua sebagai pendidik didasarkan atas tanggung jawab keagamaan, yaitu dalam bentuk kewajiban orang tua terhadap anak, mencakup memelihara dan membimbing anak, dan memberikan pendidikan akhlak kepada keluarga dan anak-anak.
Pendidikan disebut dengan ta’lim yang berasal dari kata ‘alama berkonotasi pembelajaran yaitu semacam proses transfer ilmu pengetahuan. Dalam kaitan pendidikan ta’lim dipahami sebagai sebagai proses bimbingan yang dititikberatkan pada aspek peningkatan intelektualitas peserta didik (Jalaluddin, 2003: 133). Proses pembelajaran ta’lim secara simbolis dinyatakan dalam informasi al-Qur’an ketika penciptaan Adam As oleh Allah Swt. Adam As sebagai cikal bakal dari makhluk berperadaban (manusia) menerima pemahaman tentang konsep ilmu pengetahuan langsung dari Allah Swt, sedang dirinya (Adam As) sama sekali kosong. Sebagaimana tertulis dalam surat al-Baqarah ayat 31 dan 32:
وَعَلَّمَ آدَمَ الأَسْمَاءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلاَئِكَةِ فَقَالَ أَنْبِئُونِي بِأَسْمَاءِ هَاؤُلاَء إِنْ كُنتُمْ صَادِقِينَ
“Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman: “Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar.”
قَالُوا سُبْحَانَكَ لاَ عِلْمَ لَنَا إِلاَّ مَا عَلَّمْتَنَا إِنَّكَ أَنْتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ
“ Mereka menjawab, “Maha suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami, sesungguhnya Engkaulah yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
Dari ketiga konsep diatas, terlihat hubungan antara tarbiyah, ta’lim dan ta’dib. Ketiga konsep tersebut menunjukkan hubungan teologis (nilai tauhid) dan teleologis (tujuan) dalam pendidikan Islam sesuai al-Qur’an yaitu membentuk akhlak al-karimah

a. Ayat-ayat lain yang berhubungan dengan pendidikan
1. Surat al-Baqarah ayat 129
رَبَّنَا وَابْعَثْ فِيهِمْ رَسُولا ً مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُزَكِّيهِمْ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

“ Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab (Al-Qur’an) dan hikmah serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
2. Surat al-Baqarah ayat 151
كَمَا أَرْسَلْنَا فِيكُمْ رَسُولا ً مِنْكُمْ يَتْلُو عَلَيْكُمْ آيَاتِنَا وَيُزَكِّيكُمْ وَيُعَلِّمُكُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُعَلِّمُكُمْ مَا لَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُونَ

“Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu), Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu al-Kitab dan hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.”
3. Surat Luqman ayat 13
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِه ِِ وَهُوَ يَعِظُه ُُ يَابُنَيَّ لاَ تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيم

“Dan ingatlah ketika luqman berkata kepada anaknya, diwaktu ia memberi pelajaran kepadanya: Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kedzaliman yang besar.”
4. Surat Luqman ayat 14
وَوَصَّيْنَا الإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّه ُُ وَهْنا ً عَلَى وَهْن ٍ وَفِصَالُه ُُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang tua (ibu bapaknya); ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku, dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.”

b. Tafsir surat al-Baqarah ayat 31-34
Penjelasan dari ayat diatas, makna Dia yakni Allah mengajar Adam nama-nama benda seluruhnya, yakni memberinya potensi pengetahuan tentang nama-nama atau kata-kata yang digunakan menunjuk benda-benda, atau mengajarkannya mengenal fungsi benda-benda.
Ayat ini menginformasikan bahwa manusia dianugerahi potensi untuk mengetahui nama atau fungsi dan karakteristik benda-benda, misalnya fungsi api, fungsi angin dan sebagainya. Dia juga dianugerahi potensi untuk berbahasa. Sistem pengajaran bahasa kepada manusia (anak-anak) bukan dimulai dengan mengajarkan kata kerja, tetapi mengajarnya terlebih dahulu nama-nama (yang mudah), seperti ini papa, ini mama, itu pena, itu pensil dan sebagainya. Itulah sebagian makna yang dipahami oleh para ulama dari firman-Nya: Dia mengajar Adam nama-nama (benda) seluruhnya.(M.Quraish Shihab, vol.1, 2002: 146)
Bagi ulama-ulama yang memahami pengajaran nama-nama kepada Adam As, dalam arti mengajarkan kata-kata, diantara mereka ada yang berpendapat bahwa kepada beliau dipaparkan benda-benda itu, dan pada saat yang sama beliau mendengar suara yang menyebut nama benda yang dipaparkan itu. Ada juga yang berpendapat bahwa Allah mengilhamkan kepada Adam As nama benda itu pada saat dipaparkannya sehingga beliau memiliki kemampuan untuk memberi kepada masing-masing benda nama-nama yang membedakannya dari benda-benda yang lain. Pendapat ini lebih baik dari pendapat pertama. Ia pun tercakup oleh kata mengajar karena mengajar tidak selalu dimaknakan menyampaikan suatu kata atau idea, tetapi dapat juga berarti mengasah potensi yang dimilki peserta didik sehingga pada akhirnya potensi itu terasah dan dapat melahirkan aneka pengetahuan.
Apapun tafsiran ayat tersebut, namun yang pasti salah satu keistimewaan manusia adalah kemampuannya mengekspresikan apa yang terlintas dalam benaknya serta kemampuannya menangkap bahasa sehingga mengantarkannya untuk mengetahui. Kemampuan manusia merumuskan idea dan memberi nama bagi segala sesuatu merupakan langkah menuju terciptanya manusia berpengetahuan dan lahirnya ilmu pengetahuan.(M. Quraish Shihab, vol.1,2002, 147)
Kata al-‘alim terambil dari akar kata ‘ilm berarti menjangkau sesuatu sesuai dengan keadaannya yang sebenarnya. Bahasa Arab menggunakan semua kata yang tersusun dari huruf ‘ain, lam dan mim dalam berbagai bentuknya untuk menggambarkan sesuatu yang sedemikian jelas sehingga tidak menimbulkan keraguan. Allah Swt menamai dirinya “alim karena pengetahuan-Nya yang amat jelas sehingga terungkap baginya hal-hal yang sekecil-kecilnya apapun.
Pengetahuan semua makhluk bersumber dari pengetahuan-Nya. “Allah mengetahui apa-apa yang dihadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya.” (Q.S. al-Baqarah, 255)
Melalui informasi ayat diatas, diketahui bahwa pengetahuan yang dianugerahkan Allah Swt kepada Adam As, atau potensi untuk mengetahui segala sesuatu dari benda-benda dan fenomena alam merupakan bukti kewajaran Adam As menjadi khalifah di muka bumi ini.
Kekhalifahan di bumi adalah kekhalifahan yang bersumber dari Allah Swt, yang antara lain bermakna melaksanakan apa yang dikehendaki Allah menyangkut bumi ini. Dengan demikian pengetahuan atau potensi yang dianugerahkan Allah itu merupakan syarat sekaligus modal utama untuk mengelola bumi ini. Tanpa pengetahuan atau pemanfaatan potensi berpengetahuan, maka tugas kekhalifahan manusia akan gagal, walau dia tekun beribadah kepada Allah Swt, serupa dengan sujud dan ketaatan malaikat. Akhirnya, Allah Swt, bermaksud menegaskan bahwa bui tidak dikelola semata-mata hanya dengan tasbih dan tahmid tetapi dengan amal ilmiah dan ilmu amaliyah.

c. Tafsir surat Al-Baqarah ayat 129 dan ayat 151
Adapun surat al-Baqarah ayat 129 memuat tentang do’a nabi Ibrahim As supaya Allah menurunkan di kalangan anak cucu keturunannya seorang Rasul yang menyampaikan pokok-pokok pendidikan dan pengajaran agar mereka kembali kepada kesuciannya. Dan Rasul yang dimaksud adalah Nabi Muhammad Saw, beliau membawa petunjuk pendidikan dan pengajaran untuk dapat mereka pedomani dalam kehidupannya.
Rasul yang domohonkan (Nabi Muhammad Saw) bertugas untuk terus membacakan kepada umatnya ayat-ayat Allah baik berupa wahyu yang diturunkan, maupun alam raya yang diciptakan, dan terus mengajarkan kepada mereka kandungan al-Kitab yaitu al-Qur’an, atau tulis baca, dan al-Hikmah yakni Sunnah, atau kebijakan dan kemahiran melaksanakan hal yang mendatangkan manfaat serta menampik mudharat, serta mensucikan jiwa umatnya dari segala macam kotoran, kemunafikan, dan penyakit-penyakit jiwa (M.Quraish Shihab,Vol.1, 2002:327)
Hal-hal yang dimohonkan Nabi Ibrahim diatas, mempunyai keserasian perurutannya. Dimulai dengan permohonan kehadiran rasul yang menyampaikan tuntunan Allah, yakni membacakan Al-Qur’an, selanjutnya permohonan untuk mengajarkan makna dan pesan-pesanya, kemudian pengetahuan yang menghasilkan kesucian jiwa, melalui pengamalan sesuai dengan tuntunan Allah Swt (M.Quraish Shihab,Vol.1, 2002: 328)
Terdapat banyak kaitan antara kandungan ayat 129 dan ayat 151. Pada ayat 151 menyucikan ditempatkan pada peringkat kedua dari lima macam anugerah Allah dalam konteks memperkenankan do’a Nabi Ibrahim, yaitu: Rasul dari kelompok mereka, membacakan ayat-ayat Allah, menyucikan mereka, mengajarkan al-Kitab dan al-Hikmah, mengajarkan apa yang mereka belum ketahui.
Kalimat mengajarkan apa yang belum mereka ketahui merupakan nikmat tersendiri, mencakup banyak hal dan melalui berbagai cara. Sejak awal diturunkannya al-Qur’an telah mengisyaratkan dalam wahyu pertama (iqra’) bahwa ilmu yang dperoleh manusia diraih dengan dua cara, pertama melalui upaya belajar mengajar dan yang kedua anugerah langsung dari Allah berupa ilham dan intuisi.(M. Quraish Shihab, vol,1, 2002, 361).

d. Tafsir surat Luqman ayat 13-14.
Dari ayat tersebut Allah menjelaskan cara menetapkan aqidah kepada anak, bertauhid, mengesakan Allah dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu selain Allah. Masalah tauhid dikaitkan dengan hubungan antara orang tua dan anak. Allah mengingatkan betapa penting dan dominan peran orang tua dalam menanamkan nilai-nilai tauhid dalam diri anak-anak.
Pendidikan dalam ayat tersebut sejalan dengan konsep pendidikan tarbiyah yang menitikberatkan pada pelaksanaan nilai-nilai Ilahiyat yang bersumber dari Allah selaku Rabb al-‘Alamin. Dalam hubungan anatar manusia, tugas penyampaian nilai-nilai ajaran itu dibebankan kepada orang tua, sedangkan para pendidik tak lebih hanyalah sebagai tenaga professional yang mengemban tugas berdasarkan keparcayaan para orang tua.
Secara garis besar nasehat dalam ayat tersebut berisi tentang hal-hal berikut, (Jalaluddin, 2003: 121):
1. Masalah ketauhidan, yaitu larangan menyekutukan Allah. Walaupun seandainya perintah menyekutukan Allah datang dari orang tua (ibu dan bapak), maka perintah tersebut tetap harus ditolak.
2. Kewajiban anak untuk berbakti kepada ibu bapaknya dengan cara berlaku santun dan lemah lembut.
3. Menyangkut misi utama kemanusiaan, yaitu berupa kewajiban menegakkan amar ma’ruf dan nahi munkar.
4. Membangun hubungan manusia dengan melakukan perbuatan baik, sikap dan perilaku dalam pergaulan, serta kesedehanaan dalam berkomunikasi dengan sesama.
Pada ayat ke 14, nasehat tersebut menekankan kepada anak agar senantiasa mengormati ibu terlebih dahulu, ini disebabkan karena ibu telah melahirkannya dengan susah payah, kemudian memeliharanya dengan kasih sayang yang tulus ikhlas, sehingga ibu berpotensi untuk tidak dihiraukan oleh anak karena kelamahan ibu yang berbeda dengan bapak. Di sisi lain peranan bapak dalam konteks kelahiran anak lebih ringan di banding dengan peranan ibu. (M. Quraish Shihab, vol.11, 2002, 129). Tetapi keduanya tetaplah orang tua yang mempunyai tugas utama dalam mendidik anak sehingga proses kedewasaan.
Para pakar ilmu pendidikan menjelaskan bahwa usaha pendidikan adalah usaha sadar yang dilaksanakan oleh seseorang yang menghayati tujuan pendidikan. Berarti bahwa tugas pendidikan dibebankan kepada seseorang yang lebih dewasa dan matang, yaitu orang yang mempunyai integritas kepribadian dan kemampuan yang profesional (Umar Shihab, 2005: 169)
Isi nasehat keempat diatas mengantarkan pada kejelasan makna bahwa ada patokan fundamental tentang pendidikan dalam al-Qur’an. Pendidikan dapat disimpulkan sebagai suatu peristiwa komunikasi yang berlangsung dalam situasi dialogis antara manusia untuk mencapai tujuan tertentu (Umar Shihab, 2005: 154)
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan konsep pendidikan menurut Al-Qur’an diarahkan pada upaya menolong anak didik agar dapat melaksanakan fungsinya mengabdi kepada Allah. Seluruh potensi yang dimiliki anak didik yaitu potensi intelektual, jiwa dan jasmani harus di bina secara terpadu dalam keselarasan, keserasian dan keseimbangan yang tergambar dalam sosok manusia seutuhnya.

D. Kesimpulan
Pendidikan Islam yang sejalan dengan konsep pendidikan menurut al-Qur’an terangkum dalam tiga konsep yaitu pendidikan tarbiyah, ta’lim dan ta’dib. Pendidikan dalam konsep tarbiyah lebih menerangkan pada manusia bahwa Allah memberikan pendidikan melalui utusan-Nya yaitu Rasulullah Saw dan selanjutnya Rasul menyampaikan kepada para ulama, kemudian para ulama menyampaikan kepada manusia. Sedangkan pendidikan dalam konsep ta’lim merupakan proses tranfer ilmu pengetahuan untuk meningkatkan intelektualitas peserta didik. Kemudian ta’dib merupakan proses mendidik yang lebih tertuju pada pembinaan akhlak peserta didik.
Konsep pendidikan menurut al-Qur’an terangkum dalam ayat-ayat yang berhubungan dengan pendidikan di dalam Kitab al-Qur’an itu sendiri seperti pada ayat-ayat yang telah dijelaskan yaitu surat al-Baqarah ayat 31-34, 129, dan 151 menjelaskan tentang pelajaran yang diberikan Allah kepada Nabi Adam As, dan pokok-pokok pendidikan yang diberikan Rasul kepada umatnya. Surat Luqman ayat 13-14 berisi tentang konsep pendidikan utama yakni pendidikan orang tua terhadap anak.

Daftar Pustaka

Anshari, Endang Saefuddin, Pokok-Pokok Pikiran tentang Islam, Usaha Enterprise, Jakarta: 1976

Azra, Azyumardi, Pendidikan Islam, Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, Jakarta: Logos, Wacana Ilmu

--------, Esei-esei Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam, Jakarta: Logos, Wacana Ilmu, 1998

Arifin, Muzayyin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2003
Cowie, Hornby, Oxford Advanced Learners Dictionary of Current English, London:Oxford University Press, 1974

Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Bandung, Gema Risalah Press, 1992

Jalaluddin, Teologi Pendidikan, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003
Natsir, Muhammad, Kapita Selekta, Bandung, Gravenhage, 1954
Nizar, Samsul, Pengantar Dasar-Dasar Pemikiran Pendidikan Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001

Redaksi Penerbit, Standar Nasional Pendidikan, Jakarta: Asa Mandiri, 2006

Shihab, Umar, Kontekstualitas Al-Qur’an; Kajian Tematik Atas Ayat-Ayat Hukum Dalam Al-Qur’an, Jakarta: Penamadani, 2005

Shihab, Quraish, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, Jakarta: Lentera Hati, 2002 Vol. 1

--------, Tasfir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, Jakarta: Lentera Hati, 2002, vol. 11

--------, Membumikan Al-Qur’an, Bandung, Mizan: 1994
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1989

Pengertian Pendidikan Dalam Islam

Pendidikan dalam islam Perubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat baik sosial maupun kultural, secara makro persoalan yang dihadapi pendidikan Islam adalah bagaimana pendidikan Islam mampu menghadirkan disain atau konstruksi wacana pendidikan Islam yang relevan dengan perubahan masyarakat.
Kemudian disain wacana pendidikan Islam tersebut dapat dan mampu ditranspormasikan atau diproses secara sistematis dalam masyarakat. Persoalan pertama ini lebih bersifat filosofis, yang kedua lebih bersifat metodologis. Pendidikan Islam perlu menghadirkan suatu konstruksi wacana pada dataran filosofis, wacana metodologis, dan juga cara menyampaikan atau mengkomunikasikannya.

Dalam menghadapi peradaban modern, yang perlu diselesaikan adalah persoalan-persoalan umum internal pendidikan Islam yaitu (1) persoalan dikotomik, (2) tujuan dan fungsi lembaga pendidikan Islam, (3) persoalan kurikulum atau materi. Ketiga persoalan ini saling interdependensi antara satu dengan lainnya.

Pertama, Persolan dikotomik pendidikan Islam, yang merupakan persoalan lama yang belum terselesaikan sampai sekarang. Pendidikan Islam harus menuju pada integritas antara ilmu agama dan ilmu umum untuk tidak melahirkan jurang pemisah antara ilmu agama dan ilmu bukan agama. Karena, dalam pandangan seorang Muslim, ilmu pengetahuan adalah satu yaitu yang berasal dari Allah SWT (Suroyo, 1991 : 45).

Mengenai persoalam dikotomi, tawaran Fazlur Rahman, salah satu pendekatannya adalah dengan menerima pendidikan sekuler modern sebagaimana telah berkembang secara umumnya di dunia Barat dan mencoba untuk “mengislamkan”nya – yakni mengisinya dengan konsep-konsep kunci tertentu dari Islam. Lebih lanjut Fazlur Rahman, mengatakan persoalannya adalah bagaimana melakukan modernisasi pendidikan Islam, yakni membuatnya mampu untuk produktivitas intelektual Islam yang kreatif dalam semua bidang usaha intelektual bersama-sama dengan keterkaiatan yang serius kepada Islam (Fazlur Rahman, 1982 : 155, 160). A.Syafi’i Ma’arif (1991 : 150), mengatakan bila konsep dualisme dikotomik berhasil ditumbangkan, maka dalam jangka panjang sistem pendidikan Islam juga akan berubah secara keseluruhan, mulai dari tingkat dasar sampai ke perguruan tinggi. Untuk kasus Indonesia, IAIN misalnya akan lebur secara integratif dengan perguruan tinggi-perguruan tinggi negeri lainnya. Peleburan bukan dalam bentuk satu atap saja, tetapi lebur berdasarkan rumusan filosofis.

Kedua, perlu pemikiran kembali tujuan dan fungsi lembaga-lembaga pendidikan Islam (Anwar Jasin, 1985 : 15) yang ada. Memang diakui bahwa penyesuaian lembaga-lembaga pendidikan akhir-akhir ini cukup mengemberikan, artinya lembaga-lembaga pendidikan memenuhi keinginan untuk menjadikan lembaga-lembaga tersebut sebagai tempat untuk mempelajari ilmu umum dan ilmu agama serta keterampilan. Tetapi pada kenyataannya penyesuaian tersebut lebih merupakan peniruan dengan pola tambal sulam atau dengan kata lain mengadopsi model yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pendidikan umum, artinya ada perasaan harga diri bahwa apa yang bisa dilakukan oleh lembaga-lembaga pendidikan umum dapat juga dilakukan oleh lembaga-lembaga pendidikan agama, sehingga akibatnya beban kurikulum yang terlalu banyak dan cukup berat dan terjadi tumpang tindih. Sebenarnya lembaga-lembaga pendidikan Islam harus memilih satu di antara dua fungsi, apakah mendisain model pendidikan umum Islami yang handal dan mampu bersaing dengan lembaga-lembaga pendidikan yang lain, atau mengkhususkan pada disain pendidikan keagamaan yang berkualitas, mampu bersaing, dan mampu mempersiapkan mujtahid-mujtahid yang berkualitas.

Ketiga, persoalan kurikulum atau materi Pendidikan Islam, meteri pendidikan Islam “terlalu dominasi masalah-maslah yang bersifat normatif, ritual dan eskatologis. Materi disampaikan dengan semangat ortodoksi kegamaan, suatu cara dimana peserta didik dipaksa tunduk pada suatu “meta narasi” yang ada, tanpa diberi peluang untuk melakukan telaah secara kritis. Pendidikan Islam tidak fungsional dalam kehidupan sehari-hari, kecuali hanya sedikit aktivitas verbal dan formal untuk menghabiskan materi atau kurikulum yang telah diprogramkan dengan batas waktu yang telah ditentukan

Mencermati persoalan yang dikemukakan di atas, maka perlu menyelesaikan persoalan internal yang dihadapi pendidikan Islam secara mendasar dan tuntas. Sebab pendidikan sekarang ini juga dihadapkan pada persoalan-persoalan yang cukup kompleks, yakni bagaimana pendidikan mampu mempersiapkan manusia yang berkualitas, bermoral tinggi dalam menghadapi perubahan masyarakat yang begitu cepat, sehingga produk pendidikan Islam tidak hanya melayani dunia modern, tetapi mempunyai pasar baru atau mampu bersaing secara kompettif dan proaktif dalam dunia masyarakat modern. Pertanyaannya, disain pendidikan Islami yang bagaimana? yang mampu menjawab tantangan perubahan ini, antara lain:
Pertama, lembaga-lembaga pendidikan Islam perlu mendisain ulang fungsi pendidikannya, dengan memilih apakah (1) model pendidikan yang mengkhususkan diri pada pendidikan keagamaan saja untuk mempersiapkan dan melahirkan ulama-ulama dan mujtahid-mujtahid tangguh dalam bidangnya dan mampu menjawab persoalan-persoalan aktual atau kontemporer sesuai dengan perubahan zaman, (2) model pendidikan umum Islami, kurikulumnya integratif antara materi-materi pendidikan umum dan agama, untuk mempersiapkan intelektual Islam yang berfikir secara komprehensif, (3) model pendidikan sekuler modern dan mengisinya dengan konsep-konsep Islam, (4) atau menolak produk pendidikan barat, berarti harus mendisain model pendidikan yang betul-betul sesuai dengan konsep dasar Islam dan sesuai dengan lingkungan sosial-budaya Indonesia, (5) pendidikan agama tidak dilaksanakan di sekolah-sekolah tetapi dilaksanakan di luar sekolah, artinya pendidikan agama dilaksanakan di rumah atau lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat berupa kursur-kursus, dan sebagainya.
Kedua disain “pendidikan harus diarahkan pada dua dimensi, yakni : (1) dimensi dialektika (horisontal), pendidikan hendaknya dapat mengembangkan pemahaman tentang kehidupan manusia dalam hubungannya dengan alam atau lingkungan sosialnya. Manusia harus mampu mengatasi tantangan dan kendala dunia sekitarnya melalui pengembangan Iptek, dan (2) dimensi ketunduhan vertikal, pendidikan selain menjadi alat untuk memantapkan, memelihara sumber daya alami, juga menjembatani dalam memahamai fenomena dan misteri kehidupan yang abadi dengan maha pencipta. Berati pendidikan harus disertai dengan pendekatan hati (M.Irsyad Sudiro, 1995 : 2).
Ketiga, sepuluh paradigma yang ditawarkan oleh Prof. Djohar, dapat digunakan untuk membangun paradiga baru pendidikan Islam, sebagai berikut : Satu, pendidikan adalah proses pembebasan. Dua, pendidikan sebagai proses pencerdasan. Tiga, pendidikan menjunjung tinggi hak-hak anak. Empat, pendidikan menghasilkan tindakan perdamaian. Lima, pendidikan adalah proses pemberdayaan potensi manusia. Enam, pendidikan menjadikan anak berwawasan integratif. Tujuh, pendidikan wahana membangun watak persatuan. Delapan, pendidikan menghasilkan manusia demokratik. Sembilan, pendidikan menghasilkan manusia yang peduli terhadap lingkungan. Sepuluh, sekolah bukan satu-satunya instrumen pendidikan (Djohar, 1999 : 12).

Tiga hal yang dikemukakan di atas merupakan tawaran desain pendidikan Islam yang perlu diupayakan untuk membangun paradigma pendidikan Islam dalam menghadapi perkembangan perubahan zaman modern dan memasuki era milenium ketiga. Karena, “kecenderungan perkembangan semacam dalam mengantisipasi perubahan zaman merupakan hal yang wajar-wajar saja. Sebab kondisi masyarakat sekarang ini lebih bersifat praktis-pragmatis dalam hal aspirasi dan harapan terhadap pendidikan” (S.R.Parker, 1990), sehingga tidak statis atau hanya berjalan di tempat dalam menatap persoalan-persoalan yang dihadapi pada era masyarakat modern dan post masyarakat modern. Untuk itu, Pendidikan dalam masyarakat modern, pada dasarnya berfungsi untuk memberikan kaitan antara anak didik dengan lingkungan sosiokulturalnya yang terus berubah dengan cepat, dan pada saat yang sama, pendidikan secara sadar juga digunakan sebagai instrumen untuk perubahan dalam sistem politik, ekonomi secara keseluruhan. Pendidikan sekarang ini seperti dikatakan oleh Ace Suryadi dan H.A.R. Tilar (1993), tidak lagi dipandang sebagai bentuk perubahan kebutuhan yang bersifat konsumtif dalam pengertian pemuasan secara langsung atas kebutuhan dan keinginan yang bersifat sementara. Tapi, merupakan suatu bentuk investasi sumber daya manusia (human investment) yang merupakan tujuan utama ; pertama, pendidikan dapat membantu meningkatkan ketrampilan dan pengetahuan untuk bekerja lebih produktif sehingga dapat meningkatkan penghasilan kerja lulusan pendidikan di masa mendatang. Kedua, pendidikan diharapkan memberikan pengaruh terhadap pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan (equality of education opportunity) (A.Malik Fadjar, 1995 : 1).

Selain itu dalam menghadapi era milenium ketiga ini nampaknya pendidikan Islam harus menyiapkan sumber daya manusia yang lebih handal yang memiliki kompotensi untuk hidup bersama dalam era global. Menurut Djamaluddin Ancok (1998 : 5), “salah satu pergeseran paradigma adalah paradigma di dalam melihat apakah kondisi kehidupan di masa depan relatif stabil dan bisa diramalkan (predictability). Pada milenium kedua orang selalu berpikir bahwa segala sesuatu bersifat stabil dan bisa diprediksi. Tetapi, pada milenium ketiga semakin sulit untuk melihat adanya stabilitas tersebut. Apa yang terjadi di depan semakin sulit untuk diprediksi karena perubahan menjadi tidak terpolakan dan tidak lagi bersifat linier”. Maka, pendidikan Islam sekarang ini disainnya tidak lagi bersifat linier tetapi harus didisan bersifat lateral dalam menghadapi perubahan zaman yang begitu cepat dan tidak terpolakan. Untuk itu, lebih lanjut Djamaluddin Ancok yang mengutip Hartanto : 1997: Hartanto, Raka & Hendroyuwono, 1998, mengatakan bahwa pendidikan (termasuk pendidikan Islam) harus mempersiapkan ada empat kapital yang diperlukan untuk memasuki milenium ketiga, yakni kapital intelektual, kapital sosial, kapital lembut, dan kapital spritual. Tantangan ini tidak muda untuk penyelesaiannya, tidak seperti membalik telapak tangan. Untuk itu, pendidikan Islam sangat perlu mengadakan perubahan atau mendesain ulang konsep, kurikulum dan materi, fungsi dan tujuan lembaga-lembaga, proses, agar dapat meneuhi tuntatan perubahan yang semakin cepat.

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa : (1) Dalam menghadapi perubahan masyarakat modern, secara internal pendidikan Islam harus menyelesaikan persoalan dikotomi, tujuan dan fungsi lembaga pendidikan Islam, dan persolalan kurikulum atau materi yang sampai sekarang ini belum terselesaikan. (2) Lembaga-lembaga pendidikan Islam perlu mendisain ulang fungsi pendidikan, dengan memilih model pendidikan yang relevan dengan perubahan zaman dan kebutuhan masyarakat. (3) Pendidikan Islam didisain untuk dapat membantu meningkatkan ketrampilan dan pengetahuan untuk bekerja lebih produktif sehingga dapat meningkatan kerja lulusan pendidikan di masa datang. Selain itu perlu disain pendidikan Islam yang tidak hanya bersifat linier saja, tetapi harus bersifat lateral dalam menghadapi perubahan zaman yang begitu cepat. (4) Pendidikan Islam harus mengembangkan kualitas pendidikannya agar memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat yang selalu berubah-berubah. Lembaga-lembaga pendidikan Islami harus dapat menyiapkan sumber insani yang lebih handal dan memiliki kompotensi untuk hidup bersama dalam ikatan masyarakat modern.


KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM

PENDAHULUAN

بسم الله الرحمن الرحيم

الحمدلله رب العالمين والصلاة والسلام على اشرف الانبياء والمرسلين سيدنا محمد وعلى اله وصحبه اجمعين

Pendidikan merupakan satu aspek yang penting di dalam kehidupan setiap individu. Pendidikan bermula sejak seorang itu dilahirkan sehinggalah ia menemui ajalnya. Pendidikan bagi manusia meliputi aspek jasmani,rohani, akal dan sosial. “Manusia mendidik anaknya supaya badannya sihat dan kuat, akalnya waras dan cerdas, rohaninya luhur dan berbudi pekerti tinggi, tahu bermasyarakat dan menyesuaikan diri dalam kelompoknya” (Musa bin Daia,1986).

Di antara pendidikan yang paling penting bagi setiap manusia ialah pendidikan Islam.”Pendidikan Islam adalah pendidikan yang melatih kepekaan (sensibility) para peserta didik sedemikian rupa sehingga sikap hidup dan peri-laku, juga keputusan dan pendekatannya kepada semua jenis pengetahuan dikuasai oleh perasaan mendalam nilai-nilai etik dan spiritual Islam. Mereka dilatih dan mentalnya didisiplinkan, sehingga mereka mencari pengetahuan tidak sekadar untuk memuaskan keingin-tahuan intelektual atau hanya untuk keuntungan dunia material belaka, tetapi juga untuk mengembangkan diri sebagai makhluk rasional dan saleh yang kelak dapat memberikan kesejahteraan fisik, moral dan spiritual bagi keluarga, masyarakat dan umat manusia”(Syed Sajjad Husain & Syed Ali Ashraf , 2000)

Dalam konteks Negara Brunei Darussalam, pihak kerajaan amat mementingkan pendidikan Islam. Pendidikan Islam mula diberikan kepada kanak-kanak sejak mereka berada di peringkat prasekolah hinggalah ke universiti. Untuk menanamkan ajaran-ajaran Islam di kalangan pelajar-pelajar dengan lebih berkesan, maka satu kurikulum yang lengkap,kemas dan tersusun rapi serta berkesinambungan amatlah diperlukan.

Oleh itu di dalam rencana ini penulis akan menerangkan mengenai kurikulum yang berkaitan dengan pendidikan Islam. Kurikulum pendidikan Islam yang dimaksudkan di sini tidak terbatas setakat mempelajari mata pelajaran pengetahuan Ugama Islam sahaja sebagaimana kefahaman kebanyakkan masyarakat hari ini. Tetapi pendidikan Islam itu sebenarnya mempunyai skop jangkauan yang lebih luas meliputi semua cabang ilmu pengetahuan yang dibenarkan oleh agama Islam.

BAB I : KURIKULUM

Definisi Kurikulum

Pengetahuan terus berkembang dan pendidikan semakin kompleks untuk memenuhi keperluan masyarakat dan negara. Kemajuan yang sentiasa dicapai dalam bidang pendidikan telah menyebabkan berubahnya konsep pendidikan dalam sebuah negara dari semasa ke semasa. Bagi mengimbangi perubahan konsep pendidikan, maka apa yang berlaku di dalam proses pendidikan juga perlu diubah agar pelajar dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan.

Dalam ertikata lain berubahlah kurikulum bagi setiap sekolah, maktab, universiti dan pusat pengajian tinggi lainnya. Selaras dengan perkembangan ini, maka definisi kurikulum juga turut berubah.

Berbagai-bagai definisi kurikulum telah dikemukakan oleh para pendidik, tokoh-tokoh ilmuan dan para sarjana dari berbagai bangsa. Ada pengertian yang sangat luas dan sebaliknya terdapat pengertian yang sempit. Perkataan kurikulum berasal dari bahasa Latin yang luas digunakan oleh bangsa Yunani. ’Curriculum’ dalam bahasa Latin bermaksud ‘Luang tempat pembelajaran berlaku’ (Sharifah Alwiah Alsagoff,1986).

Walaupun terdapat berbagai-bagai definisi untuk kurikulum, namun hampir semua makna, atau pengertian kurikulum dari definisi-definisi itu akan kembali ke pengertian asal, iaitu satu rancangan pengajian (Sharifah Alwiah Alsagoff,1986).

Di dalam kamus bahasa Arab kurikulum (Manhaj) sering didefinisikan sebagai jalan yang terang, atau jalan terang yang dilalui oleh manusia pada berbagai bidang kehidupannya. Seterusnya,Prof. Dr. Omar Al-Syaibani (1991) menjelaskan kurikulum (manhaj) dimaksudkan sebagai jalan terang yang dilalui oleh pendidik atau guru dengan orang-orang yang dididik atau dilatihnya untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap mereka.

Sementara itu Wiles dan Bondi (1993) memberikan definisi kurikulum sebagai:

“It is the range of experiences,both indirect and directed,concerned in unfolding the abilities of the individual,or it is a series of consciously directed training experiences that the school use for completing and perfecting the individual”

Menurut Zuharani (1983), ”Kurikulum adalah semua pengetahuan, kegiatan-kegiatan atau pengalaman belajar yang diatur dengan kaedah yang sistematik, yang diterima anak untuk mencapai suatu tujuan”.

Sementara itu Kementerian Pelajaran Malaysia (1984) menjelaskan ”Kurikulum bermaksud segala rancangan pendidikan yang dikendalikan oleh sesebuah sekolah ataupun institusi pelajaran untuk mencapai matlamat pendidikan”.

Seterusnya, Pg. Dr. Hj. Abu Bakar(2008) menjelaskan:

”Kurikulum adalah maklumat dan ilmu pengetahuan yang diajar oleh guru atau yang dipelajari oleh pelajar di sekolah atau lain-lain institusi pendidikan, dalam bentuk mata pelajaran yang terdapat dalam buku teks dalam setiap tahap pendidikannya”.

Ini bermakna kurikulum itu ialah segala pengalaman yang diperolehi oleh pelajar di sekolah yang mempunyai pengaruh yang baik terhadap kelakuan anak di bawah bimbingan guru bagi mencapai tujuan dan matlamat pendidikan.

Akhirnya dapatlah diambil kesimpulan bahawa kurikulum bukan hanya meliputi mata pelajaran dan pengalaman yang berlaku dalam kelas, malah ia meliputi semua pengalaman, aktiviti, suasana dan pengaruh yang diberikan kepada pelajar atau yang mereka kerjakan atau yang mereka jumpai di sekolah atau yang dikelolakan oleh sekolah. Ini termasuklah , semua kegiatan, pengalaman budaya, seni, sukan dan sosial yang dikerjakan oleh pelajar di luar jadual waktu dan di luar bilik darjah yang dikelolakan oleh pihak sekolah.

BAB II: PENDIDIKAN ISLAM

2.1 Pendahuluan

Pendidikan Islam mempunyai sejarah yang panjang seiring dengan kedatangan Islam itu sendiri (Dr.Gamal Zakaria,2002). Pendidikan Islam berterusan seumur hidup, secara formal dan tidak formal. Ini bererti pendidikan yang berasaskan nilai-nilai Islamiah tidak hanya menghadkan pengajaran akademik dalam bilik darjah. Bimbingan dan asuhan yang dilakukan oleh para pendidik diusahakan setiap masa secara ikhlas bertujuan menjadikan individu beriman dan bertakwa (Kamarudin Hj.Kachar,1989).

Definisi Pendidikan Islam

Istilah “Pendidikan Islam” merupakan rangkai kata yang membawa makna yang sangat luas. Dalam ungkapan ini sendiri telah tersirat konsep, falsafah dan matlamatnya. Ini agak berbeza dengan kefahaman umum masyarakat hari ini yang menganggap pendidikan Islam itu ialah Mata Pelajaran Agama Islam atau Pengetahuan Agama Islam di sekolah(Mohd Yusuf Ahmad, 2004).

Untuk memberikan pengertian pendidikan Islam yang sempurna, terlebih dahulu kita menjelaskan makna kata ‘pendidikan’ dan ‘Islam’. Menurut Al-Attas,Hassan Langgulung dan Burlian Somad maksud pendidikan itu ialah perubahan dalaman dan perubahan tingkah laku (Mohd Yusuf Ahmad, 2004). Apabila disebut pendidikan Islam ia menjadi lebih khusus dan bermaksud pendidikan yang berteraskan syariat Islam yang berpandukan Al-Quran dan Al-Hadis, dan perubahan yang dikehendaki pula ialah perubahan rohani, akhlak dan tingkah laku menurut Islam.

Dalam bahasa Inggeris istilah pendidikan disebut education. Manakala dalam bahasa Arab pengertian kata pendidikan, sering digunakan pada beberapa istilah, antaranya “ta’lim” ( التعليم ) , tarbiyah ( التربية ( dan ta’dib ) (التاديب . Namun demikian, ketiga kata tersebut memiliki makna tersendiri dalam menunjuk atau menerangkan pengertian pendidikan (Dr. Samsul Nizar,M.A: 2001).

Kata at-ta’lim merujuk kepada pengajaran yang bersifat pemberian atau penyampaian pengertian, pengetahuan, dan keterampilan. Kata at-tarbiyah membawa erti mengasuh, mendidik, dan memelihara. Sementara Kata at-ta’dib dapat diertikan sebagai proses mendidik yang memfokuskan kepada pembinaan dan penyempurnaan akhlak atau budi pekerti pelajar. Pendidikan adalah ‘latihan atau ajaran’ (Dr.Teuku Iskandar,1986). Sementara itu menurut al-Quran, Islam ialah penyerahan diri dan kepatuhan sesuai dengan firman Allah swt dalam Surah Ali ‘Imran ayat 83:

افغير دين الله يبغون وله اسلم من فى السموت والارض طوعا وكرها واليه يرجعون

“Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, padahal kepada-Nyalah berserah diri segala apa yang di langit dan di bumi,baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allahlah mereka dikembalikan”

Ini menunjukkan kepada kita bahawa, pendidikan Islam merupakan usaha-usaha pembentukan anak-anak sesuai dengan ajaran Islam, maka dengan itu melalui pendidikan Islam akan dapat menyerapi dan menyedari hal-hal yang sebenar atau hakikat-hakikat baik dalam ajaran dan amalan Islam, atau apa yang terkandung dalam akidahnya, ibadatnya, sistem akhlaknya dan juga ajaran syariatnya yang dilihat dari segi hukum-hukumnya yang zahir. Ahli-ahli fikir Islam berpendapat bahawa dengan menyedari hal-hal ini semua manusia akan mencapai kebahagiaan dalam dunia dan akhirat (Dr. Haron Din & Dr. Sobri Salamon, 1988)

Lebih jauh lagi, pendidikan Islam ialah satu ‘kesatuan’ yang terdiri daripada dua aspek yang bersepadu. Yang pertama ialah bahawa sebahagian daripada ajaran Islam dan undang-undang serta moral hendaklah diajar dengan begitu rupa untuk membolehkan pelajar memahami, setakat yang memadai, asas-asas Islam. Aspek yang kedua ialah untuk melatih pemikiran pelajar dengan cara yang saintifik dan rasional supaya dia dapat menyelaraskan perilakunya dengan moral, undang-undang dan keimanannya terhadap Islam (Muhammad Hamid Al-Afendi & Nabi Ahmed Baloch, 1992) .

Menurut Mohd Kamal Hasan, pendidikan Islam menyatukan semua ilmu pengetahuan di bawah authority dan pengendalian Al-Quran dan Sunnah yang merupakan teras dalam sistem pendidikan dan kebudayaan Islam seluruhnya. Akidah Islam menjadi pusat bagi semua ilmu serta sifatnya integrated. Menurut beliau pendidikan Islam itu bolah dibahagi dua, iaitu formal dan informal (Mohd Yusuf Ahmad,2004).

Akhirnya, dapatlah dibuat kesimpulan bahawa tiada makna yang tepat bagi pendidikan Islam namun dapat difahami oleh semua orang bahawa pendidikan Islam adalah satu usaha untuk mengembangkan fitrah manusia sesuai dengan ajaran agama Islam berlandaskan al-Quran dan al-Sunnah yang akhirnya akan mewujudkan satu masyarakat yang bertamadun tinggi, penuh rahmat dan kebahagiaan serta mendapat keredaan Allah.

Dasar Pendidikan Islam

Dasar adalah tempat bermula sesuatu aktiviti manusia. Maka ketika menetapkan dasar sesuatu perkara, khasnya dasar pendidikan Islam, setiap individu akan menjadikan pandangan hidup dan hukum-hukum dasar agamanya sebagai panduan. Pendidikan Islam adalah satu aktiviti manusia yang mempunyai dasar-dasar tertentu. Adapun dasar pendidikan Islam ialah al-Quran,Hadith (As-Sunnah) dan Ijtihad para ulama.

Tujuan Pendidikan Islam

Tujuan adalah dasar yang hendak dicapai dalam semua kegiatan manusia.Tujuan berfungsi untuk mengarahkan, mengendalikan dan mengembangkan sesuatu kegiatan. Oleh sebab itu setiap tujuan hendaklah dirumuskan dengan tegas dan jelas. Dengan adanya tujuan semua aktiviti dan pergerakan manusia akan menjadi terarah dan bermakna.

Kefahaman kita mengenai tujuan hidup di dunia adalah penting untuk menetapkan tujuan pendidikan Islam kerana setiap didikan yang diterima oleh manusia adalah untuk mencapai tujuan hidup tersebut.

Menurut Islam, manusia diturunkan ke bumi oleh Allah swt adalah sebagai seorang khalifah yang mempunyai tugas untuk:

i.Memakmurkan bumi demi kebahagiaan hidup seperti firmannya dalam Surah Faathir ayat 39:

هو ا لذ ي جعلكم خلا لف في الارض

Ertinya: “Dia-lah (Allah) yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di muka bumi”

ii.Berbakti kepada Allah swt seperti firmannya dalam Surah Adz-Dzaariyaat ayat 56:

و ما خلقت الجن والانس الاليعبدون

Ertinya: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”

Daripada keterangan di atas dapatlah dirumuskan bahawa, “tujuan sejati pendidikan Islam adalah menghasilkan orang-orang yang beriman dan juga berpengetahuan, yang satu sama lain saling menompang. Islam tidak memandang bahawa pencarian pengetahuan adalah demi pengetahuan sendiri tanpa merujuk pada cita-cita spiritual yang harus dicapai manusia, tetapi untuk mewujudkan sebanyak mungkin kemaslahatan bagi umat manusia. Pengetahuan yang diceraikan dari agama bukan hanya membuat pengetahuan menjadi bias, bahkan akan menjadikannya sebagai kejahilan jenis modern. Islam menganggap orang yang tidak beriman kepada Allah swt sebagai orang yang tidak berpengetahuan. Orang semacam ini, betapapun luas pengetahuannya, hanya akan mempunyai pandangan yang tidak lengkap mengenai jagat raya” (Syed Sajjad Husain & Syed Ali Ashraf,2000).

Sementara itu menurut Sayid Sabiq (1981) ,tujuan pendidikan Islam ialah agar jiwa seseorang dapat terdidik secara sempurna. Agar seseorang dapat menunaikan kewajipan-kewajipannya kerana Allah. Dapat berusaha untuk kepentingan keluargannya, kepentingan masyarakatnya, serta dapat berkata jujur, dan berpihak kepada yang benar serta mahu menyebarkan benih-benih kebaikan pada manusia. Apabila seseorang mempunyai sifat-sifat seperti itu, bererti ia telah mencapai tingkat orang-orang salih sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah, iaitu orang-orang yang berpegang teguh pada agamanya.

Pendidikan Islam juga bertujuan untuk mencapai keseimbangan pertumbuhan dari peribadi manusia secara menyeluruh melalui latihan-latihan kejiwaan, akal fikiran, kecerdasan, perasaan dan pancaindera. Oleh kerana itu pendidikan Islam harus mengembangkan seluruh aspek kehidupan manusia, baik spiritual, intelektual, imaginasi (fantasi), jasmani, keilmiahannya, bahasanya, baik secara individual maupun kelompok, dan mendorong aspek-aspek tersebut kearah kebaikan dan pencapaian kesempurnaan hidup ( Abdul Raof Dalip, 1990).

Sementara itu, menurut hasil Kongres Pendidikan Islam Sedunia Tahun 1980 di Islamabad, menyebutkan bahawa pendidikan Islam haruslah bertujuan mencapai pertumbuhan keperibadian manusia yang menyeluruh, secara seimbang melalui latihan jiwa, intelek, diri manusia yang rasional, perasaan dan indera. Kerana itu, pendidikan harus mencapai pertumbuhan manusia dalam segala aspeknya; spiritual, intelektual, imajinatif, fisik, ilmiah dan bahasa secara individual maupun kolektif. Mendorong semua aspek kearah kebaikan dan mencapai kesempurnaan. Tujuan akhirnya adalah dengan perwujudan ketundukan yang sempurna kepada Allah, baik secara peribadi, komunitas, maupun seluruh umat manusia (Dr. Samsul Nizar,M.A, 2001)

Akhirnya dapatlah diambil kesimpulan bahawa tujuan pendidikan Islam itu tidak statik. Ia sering mengalami perubahan mengikut kepentingan dan perkembangan masyarakat di mana pendidikan itu dilaksanakan. Walaupun begitu sebagai umat Islam kita mestilah berpegang teguh dan terus merujuk kepada Al-Quran dan As-Sunnah dalam melaksanakan tujuan pendidikan Islam.

Matlamat Pendidikan Islam

Pendidikan Islam mempunyai beberapa matlamat tertentu. Di antara matlamat-matlamatnya adalah jelas untuk melahirkan insan yang budiman, beriman, bertakwa dan salih. Pendidikan Islam nyata sekali menuju ke arah perkembangan tingkahlaku yang sihat. Ekoran daripada matlamat murni ini berkembanglah manusia yang menyedari hakikat lahirnya sebagai hamba Allah swt yang menurut perintahnya, yang beramanah dan bertanggungjawab (Kamarudin Hj. Kacar,1989).

Menurut Dr. Abdur Rosyad Syuhudi(1990) di antara matlamat pendidikan Islam itu ialah untuk mengenal diri manusia itu sendiri, untuk mengenal tugas dan tanggungjawab manusia, untuk menyusun struktur masyarakat, untuk membentuk akhlak yang mulia di kalangan manusia, untuk menjaga kepentingan agama dan kehidupan serta untuk memberikan kepentingan jasmani dan rohani.

Ustaz Abdul Raof Dalip (1990) ada menyatakan beberapa matlamat pendidikan Islam. Antaranya ialah untuk mentauhidkan diri kepada Allah,untuk pembentukan akhlak yang mulia, menyedarkan manusia mengenai keperluan ilmu pengetahuan, menyedarkan manusia mengenai peranannya sebagai Khalifah, untuk pembentukan insan soleh, untuk pembentukan akhlak atau syahsiah Islamiah di dalam diri manusia, untuk mempersiapkan manusia bagi kehidupan di dunia dan di akhirat, untuk memberi perhatian serta menjaga kemanfaatan individu dan masyarakat, dan akhir sekali untuk penyediaan tenaga mahir dan profesion dalam berbagai bidang kehidupan.

Ghazali Darussalam (2004) di dalam buku ‘Pedagogi Pendidikan Islam’ ada menyebutkan beberapa pendapat sarjana dan ilmuan mengenai matlamat pendidikan Islam. Antaranya, Prof. Dr. Mohd. Athiyah Al-Abrasyi menjelaskan matlamat pendidikan Islam adalah;

“Pendidikan hendaklah menyediakan seseorang itu sehingga ia dapat hidup dengan sempurna, bahagia, cintakan negara, kuat jasmaninya, sempurna akhlaknya, teratur pendidikannya, halus dan murni perasaannya, cekap dalam kerjanya, berkerjasama dengan orang lain, baik bahasanya, tulisannya dan lisannya serta tangannya dapat membuat sesuatu pekerjaan itu dengan baik.”

Daripada keterangan di atas maka jelaslah bahawa tujuan dan matlamat pendidikan Islam itu tidak jauh berbeza malah hampir sama. Sebagai rumusan kita lihat petikan berikut;

“Al-Qabisi, berpendapat bahawa tujuan pendidikan adalah untuk mengetahui ajaran agama baik secara ilmiah maupun secara amaliah. Ini kerana dia termasuk ulama ahli fiqih dan tokoh dari ulama ahli sunnah wal jama’ah. Sedangkan Ibnu Maskawih berpendapat bahawa tujuan pendidikan ialah tercapainya kebajikan,kebenaran dan keindahan. Ikhwan As-Safa, cenderung berpendapat bahawa tujuan pendidikan itu adalah mengembangkan faham filsafat dan akidah politik yang mereka anut. Al-Ghazali, berpendapat bahawa tujuan pendidikan itu adalah melatih para pelajar untuk mencapai makrifat kepada Allah melalui jalan tasawuf iaitu dengan mujahadah dan riyadhah.

BAB III: KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM

Definisi Kurikulum Pendidikan Islam

Kurikulum pendidikan Islam adalah bahan-bahan pendidikan Islam berupa kegiatan, pengetahuan dan pengalaman yang dengan sengaja dan sistematis diberikan kepada anak didik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan Islam. Atau dengan kata lain kurikulum pendidikan Islam adalah semua aktiviti, pengetahuan dan pengalaman yang dengan sengaja dan secara sistematis diberikan oleh pendidik kepada anak didik dalam rangka tujuan pendidikan Islam (H.syamsul Bahri Tanrere, 1993).

Berdasarkan keterangan di atas, maka kurikulum pendidikan Islam itu merupakan satu komponen pendidikan agama berupa alat untuk mencapai tujuan. Ini bermakna untuk mencapai tujuan pendidikan agama (pendidikan Islam) diperlukan adanya kurikulum yang sesuai dengan tujuan pendidikan Islam dan bersesuaian pula dengan tingkat usia, tingkat perkembangan kejiwaan anak dan kemampuan pelajar.

Materi Pokok Dalam Kurikulum Pendidikan Islam

Kurikulum pendidikan Islam meliputi tiga perkara iaitu masalah keimanan (aqidah), masalah keislaman (syariah) dan masalah ihsan (akhlak). Bahagian aqidah menyentuh hal-hal yang bersifat iktikad (kepercayaan). Termasuklah mengenai iman setiap manusia dengan Allah,Malaikat,Kitab-kitab, Rasul-rasul, Hari Qiamat dan Qada dan Qadar Allah swt.

Bahagian syariah meliputi segala hal yang berkaitan dengan amal perbuatan manusia dalam kehidupan sehari-hari yang berpandukan kepada peraturan hukum Allah dalam mengatur hubungan manusia dengan Allah dan antara sesama manusia.

Bahagian akhlak merupakan suatu amalan yang bersifat melengkapkan kedua perkara di atas dan mengajar serta mendidik manusia mengenai cara pergaulan dalam kehidupan bermasyarakat.

Ketiga-tiga ajaran pokok tersebut di atas akhirnya dibentuk menjadi Rukun Iman,Rukun Islam dan Akhlak. Dari ketiga bentuk ini pula lahirlah beberapa hukum agama, berupa ilmu tauhid, ilmu fiqeh dan ilmu akhlak. Selanjutnya ketiga kelompok ilmu agama ini kemudian dilengkapi dengan pembahasan dasar hukum Islam, iaitu al-Quran dan al-Hadis serta ditambah lagi dengan sejarah Islam.

Sementara itu menurut Dr. Hj. Maimun Aqsa, perkara yang perlu didahulukan dalam kurikulum pendidikan Islam ialah al-Quran, Hadis dan juga Bahasa Arab. Kedua ialah bidang ilmu yang meliputi kajian tentang manusia sebagai individu dan juga sebagai anggota masyarakat. Menurut istilah moden hari ini, bidang ini dikenali sebagai kemanusiaan (al-ulum al-insaniyyah). Bidang-bidangnya termasuklah psikologi, sosiologi, sejarah, ekonomi dan lain-lain. Ketiga bidang ilmu mengenai alam tabie atau sains natural ( al-ulum al-Kauniyyah), yang meliputi bidang-bidang seperti astronomi, biologi dan lain-lain.

Ruang lingkup materi pendidikan Islam sebenarnya ada terkandung di dalam al-Quran seperti yang pernah dicontohkan oleh Luqman ketika mendidik anaknya. Bagi Negara Brunei Darussalam Keluasan ruang lingkup pendidikan Islam tertakluk kepada pihak Kementerian Pendidikan, Kementerian Hal Ehwal Ugama, Jabatan Perkembangan Kurikulum, tingkat kelas, tujuan dan tingkat kemampuan pelajar. Bagi sekolah Arab dan agama khas tentunya mempunyai pembahasan yang lebih luas dan lebih terperinci berbanding sekolah umum. Begitu juga terdapat perbezaan yang jelas di antara peringkat rendah, menengah dan peringkat tinggi dan universiti.

Sedangkan mengenai sistem pengajaran dan teknik penyampaian adalah terserah kepada kebijakan guru melalui pengalamannya dengan cara memperhatikan bahan yang tersedia,waktu serta jadual yang sudah ditetapkan oleh pihak tertentu.

“Bagi pengajian tinggi, Pengajaran Agama Islam hendaklah dijadikan suatu mata pelajaran khas yang juga merupakan suatu pengajian yang mendalam mengenai sesuatu hukum dan difahamkan maksud-maksud pengajaran Agama Islam itu supaya mereka dapat mengamalkan pengajaran itu menjadi sebagai suatu cara hidup dan menjadi panduan semasa mempelajari ilmu-ilmu yang lain terutama sekali ilmu Sains” (Hj.Mohd. Jamil Al-SufrI, 1982)

Bagi merumuskan maksud prinsip-prinsip kurikulum pendidikan Islam kita lihat pandangan Prof. Mohd. Athiyah (Tajul Ariffin Noordin, 1990). Beliau menjelaskan;

“Pendidikan moden sekarang ini memerlukan pendidikan Islam. Iaitu pendidikan idealis yang bersifat kerohanian, moral dan keagamaan. Ini membuatkan kita belajar untuk ilmu dan kelazatan ilmiah. Dengan demikian kita terlepas daripada keruntuhan, kejahatan dan kemiskinan, penjajahan dan keangkaramurkaan, serta peperangan-peperangan dengan segala bencana yang ditimbulkannya. Demi untuk mendapat bersama menikmati suatu kehidupan yang abadi hidup bersama saling bantu-membantu dan dalam suasana demokrasi dan bahagia”

Penyusunan Kurikulum Pendidikan Islam

Di antara perkara yang paling penting di dalam pembentukan setiap kurikulum, tidak terkecuali kurikulum pendidikan Islam, ialah penyusunannya. Untuk penyusunan yang rapi dan berkesan, kerjasama antara pihak sekolah dan pihak penggubal kurikulum amatlah diperlukan. Penyusunan tersebut hendaklah menitikberatkan kesesuaiannya menurut kemampuan pelajar.

Penyusunan kurikulum yang tepat akan membawa manusia semakin hampir kepada Allah. Seterusnya akan melahirkan genarasi manusia “para sahabat” yang intelek, berilmu, beriman dan baramal. Kurikulum yang disusun hendaklah berkesinambungan dari peringkat rendah hinggalah ke peringkat menengah berterusan ke peringkat universiti bersesuai dengan kehendak dan keperluanNegara.

Selanjutnya, oleh kerana matlamat kurikulum dan pendidikan Islam untuk melahirkan individu yang sempurna, samaada dari segi rohani mahupun jasmani, mata pelajaran dalam kurikulum itu hendaklah bersifat sepadu. Dengan kata lain mata pelajaran dalam kurikulum pendidikan Islam tidaklah terbatas kepada ilmu-ilmu yang berbentuk teoritis sahaja, baik bersifat naqli mahupun aqli tetapi juga berbentuk praktis, seperti pendidikan jasmani,latihan ketenteraan, teknik, pertukangan, pertanian dan perniagaan. Kurikulum yang semata-mata membekalkan pelajaran yang berbentuk spiritual boleh menyulitkan sesuatu institusi pengajian khususnya dari segi pembangunan material ( Hj. Abdullah Ishak, 1989)

BAB V: PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan kepada rencana yang ditulis ini maka dapatlah penulis membuat beberapa kesimpulan seperti berikut:

i. Pendidikan Islam mencelup keperibadian Muslim dengan celupan yang khas yang membezakan dari bentuk-bentuk pendidikan yang lain. (Hassan Langgulung,1979). Pernyataan di atas memberi gambaran kepada kita bahawa pendidikan Islam merupakan faktor utama yang paling penting untuk membentuk ketinggian peribadi setiap Muslim. Pendidikan Islam mempunyai tujuan-tujuan dan matlamat-matlamat tertentu yang semata-mata untuk mewujudkan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat dan seterusnya untuk memperolehi keredaan Allah s.w.t.

ii. Skop pendidikan Islam terlalu luas. Ia merangkumi syariah, adabiah, riadhah, akliah dan seluruh penghidupan manusia,perbuatan, tingkahlaku dan amalan. Untuk menghayati skop pendidikan Islam ini, maka setiap individu Muslim haruslah memahami terlebih dahulu asas-asas dan konsep yang bertunjangkan akidah Islamiah. Kemudian diikuti dengan akliah ilmu pengetahuan, akhlak dan kesihatan. Pendidikan Islam itu memerlukan amalan dan penghayatan sebab seseorang itu tidak boleh mengamalkan sesuatu perkara tanpa memahaminya terlebih dahulu, khasnya asas-asas pendidikan Islam, seperti mengenal Allah, memahami rukun-rukun iman dan rukun-rukun Islam dan sebagainya (Ustaz Abdul Raof Dalip, 1990).

Jelasnya,di dalam pendidikan Islam terkumpul empat bidang utama iaitu pendidikan jiwa, pembersihan rohani, pembentukan akal fikiran yang sihat serta kecergasan tubuh badan.

iii. Kurikulum Pendidikan Islam “bertujuan menanamkan kepercayaan dalam pemikiran dan hati genarasi muda, pemulihan akhlak dan membangunkan jiwa rohani. Ia juga bertujuan untuk memperoleh pengetahuan secara berterusan, gabungan pengetahuan dan kerja, kepercayaan dan akhlak dan penerapan amalan teori dalam hidup” (Muhammad Hamid Al-Afendi & Nabi Ahmed Baloch, 1992)

iv. Dalam konteks Negara Brunei Darussalam pihak kerajaan pernah menegaskan tentang kepentingan penyusunan kurikulum secara teliti. Penekanan ini dibuat dengan tujuan untuk melahirkan penuntut-penuntut yang berguna kepada bangsa, agama dan negaranya:

“Di bidang pelajaran, kerajaan beta sedang berusaha untuk meningkatkan lagi taraf pencapaian pelajaran di Negara ini. Sehubungan dengan ini, beta ingin menyatakan bahawa perancangan pelajaran yang tersusun rapid an teliti lagi consistent adalah mustahak dalam usaha untuk melahirkan tenaga manusia yang berkemahiran dan bersesuaian dengan keperluan Negara” (Pelita Brunei, 1989)

Manakala dibidang pendidikan khususnya pendidikan agama (Islam) pihak kerajaan tetap mengutamakan pendidikan Islam agar rakyat dan penduduk Negara Brunei Darussalam yang berugama Islam dapat menghayati Islam sebagai satu cara hidup yang lengkap. Dengan itu negara Islam akan tetap wujud dan bangsa Melayu yang mendaulatkan raja akan terus gemilang yang berpegang kepada konsep Melayu Islam Beraja yang sewajibnya dikekalkan sepanjang zaman:

“Pendidikan pada khususnya mestilah jelas, bahawa keperluan umum tidak akan mengatasi keperluan agama. Dalam makna, pendidikan agama juga hendaklah sama-sama diutamakan. Di peringkat asas, pendidikan agama hendaklah sempurna, sementara di peringkat tinggi pula hendaklah mampu melahirkan ulama dan cendekiawan berwibawa. Jangan sama sekali ia kurang atau dikurangkan. Kerana berdasarkan fakta sejarah di mana-mana sahaja, jika pendidikan agama lemah, maka akan lemah pulalah bangsa” (Himpunan Titah,2006)

Akhir kata penulis ingin menyeru setiap individu agar mengutamakan pendidikan Islam dalam segala aspek kehidupan. Seterusnya di dalam menentukan kejayaan dan keberkesanan pendidikan Islam di setiap peringkat persekolahan maka penyusunan kurikulum pendidikan Islam secara teliti, sistematik sentiasa dikemaskinikan mengikut keperluan semasa hendaklah diutamakan. Manakala bagi menghasilkan kejayaan yang sempurna maka pembentukannya hendaklah melalui kerjasama yang erat semua pihak yang terlibat dalam dunia pendidikan dengan disokong oleh pihak kerajaan.

BIBLOIGRAFI

Al-Quran Al-Karim.

Abdul Halim El-Muhammady Dr., Pendidikan Islam;Falsafah,Disiplin dan Peranan Pendidik, Dewan Pustaka Islam, Selangor Darul Ehsan, 1991.

Abd. Rahman Saleh, Didaktik Pendidikan Agama, Bulan Bintang, Jakarta, 1973.

Abdul Raof Dalip,Ustaz, Asas-Asas Pendidikan Islam, Progressive Products Supply, Selangor Darul Ehsan,1990.

Abdur Rosyad Syuhudi,Dr., Pendidikan Islam, Universiti Brunei Darussalam, Bandar Seri Begawan, 1990.

Ali Al-Jumbulati & Abdul Futuh At-Tuwaanisi, Perbandingan Pendidikan Islam, terjemahan Prof. H.M. Arifin,M.Ed. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta,1994.

Gamal Zakaria,Dr., Ibnu Sahnun, Mutiara Pendidik Muslim,Pusat Penyelidikan dan Pembangunan Akademik,Kolej Islam Darul Ehsan, Selangor Darul Ehsan, 2002.

Ghazali Darusalam, Pedagogi Pendidikan Islam, Utusan Publication & Distributors Sdn Bhd, kuala Lumpur, 2004.

H. Syamsul Bahri Tanrere, Kaedah Pengajaran Pendidikan Agama,Universiti Brunei Darussalam, Bandar Seri Begawan, 1993.

Hj. Abdullah Ishak, Dr., Sejarah Perkembangan Pelajaran Dan Pendidikan Islam, Al-Rahmaniah, Selangor Darul Ehsan, 1989.

Hj. Maimun Aqsa bin Hj. Abidin Lubis , Dr., Falsafah Pendidikan Islam, Universiti Brunei Darussalam, Bandar Seri Begawan, t.t.

Haron Din,Dr. & Sobri Salamon, Dr., Masalah Pendidikan Islam Di Malaysia, Al-Rahmaniah, Kuala Lumpur, 1988.

Hassan Langgulung, Pendidikan Islam, Pustaka Antara, Kuala Lumpur, 1979.

Beberapa Tinjauan Dalam Pendidikan Islam, Pustaka Antara, Kuala Lumpur,1981.

Himpunan Titah Kebawah Duli Yang Maha Mulia Paduka Seri Baginda Sultan Dan Yang Di-Pertuan Negara Brunei Darussalam Di Majlis-Majlis Keagamaan Dan Titah-Titah Yang Berunsurkan Keagamaan (1997-2005), Pusat Da’wah Islamiah, Kementerian Hal Ehwal Ugama, Negara Brunei Darussalam, 2006.

Ibrahim Saad, Isu Pendidikan Di Malaysia, Dewan Bahasa dan Pustaka,Kementerian Pelajaran Malaysia, Kuala Lumpur, 1986.

Kamarudin Hj. Kachar, Prof. Dr., Strategi Penerapan Nilai-Nilai Islam Di Institusi Pendidikan, Teks Publishing Sdn. Bhd. Malaysia, 1989.

Kementerian Pelajaran Malaysia, Laporan Jawatankuasa Kabinet Mengkaji Pelaksanaan Dasar Pelajaran, Dewan Bahasa dan Pustaka, Kuala Lumpur, 1984.

Mohd Yusuf Ahmad, Falsafah dan Sejarah Pendidikan Islam, Penerbit Universiti Malaya, Kuala Lumpur, 2002.

Musa bin Daia, Prinsip Am Pendidikan,Pustaka Aman Press, Kota Baharu Kelantan, 1986.

Muhammad Hamid Al-Afendi & Nabi Ahmed Baloch, Kurikulum Dan Pendidikan Guru, terjemahan Ahmad Jaffni Hassan, Mohamad Nordin Zainuddin, Asiah Idris, Dewan Bahasa dan Pustaka, Kementerian Pendidikan Malaysia, Kuala Lumpur,1992.

Muhammad Salih Samak, Ilmu Pendidikan Islam, terjemahan Wan Amnah Yaacob,Saedah Suhaimi,Ahmad Ismail, Dewan Bahasa dan Pustaka, Kuala Lumpur, 1980.

Nicholls, H. dan Audrey, Perkembangan Kurukulum: Satu Panduan Praktis, terjemahan Dr. Mohamad Daud Hamzah & Dr. Koh Tsu Koon, Dewan Bahasa dan Pustaka, Kementerian Pelajaran Malaysia, 1987.

P.O.K. Amar Diraja Dato Seri Utama (Dr.) Awang Hj. Mohd. Jamil Al-Sufri, Corak Pendidikan Di Brunei Pada Masa Hadapan, Majlis Pelajaran Brunei, 1982.

Pg. Hj. Abu Bakar bin Pg Hj. Syariffuddin, Dr., Perkembangan Kurikulum Pendidikan Islam (Nota Kuliah), Universiti Brunei Darussalam, Bandar Seri Begawan, 2008.

Omar Al-Syaibani, Prof. Dr., Falsafah Pendidikan Islam, terjemahan Prof. Dr.Hasan Langgulung,Hizbi Sdn. Bhd., Selangor Darul Ehsan, 1991.

Samsul Nizar, M.A., Dr., Penghantar Dasar-Dasar Pemikiran Pendidikan Islam, Gaya Media Pratama, Jakarta,2001.

Sharifah Alwiah Alsagoff, Ilmu Pendidikan:Pedagogi, Heinemann, Kuala Lumpur, 1986.

Falsafah Pendidikan, Heinemann, Kuala Lumpur,1987.
Sosialogi Pendidikan, Heinemann, Kuala Lumpur,1987.

Sayid Sabiq, Unsur-Unsur Dinamika Dalam Islam, terjemahan Drs.Haryono S. Yusuf, PT Intermass, Jakarta, 1981.

Syed Sajjad Husain & Syed Ali Ashraf, Krisis Dalam Pendidikan Islam, terjemahan Drs.Fadhlan Mudhafir, Al-Mawardi Prima, Jakarta, 2000.

Tajul Ariffin Noordin, Prof. Dr., Pendidikan Suatu Pemikiran Semula,Dewan Bahasa dan Pustaka, Kementerian Pendidikan Malaysia, Kuala Lumpur, 1990.

Teuku Iskandar,Dr., Kamus Dewan, Dewan Bahasa dan Pustaka, Kuala Lumpur, Malaysia, 1986.